Padang, majalahintrust.com – Siapa yang tidak tahu dengan Prof, Dr Andi Mustari Pide, sosok dermawan yang telah mengabdikan hidupnya pada dunia pendidikan Sumatera Barat. Dengan susah payah, beliau mendirikan Universitas Eka Sakti (Unes) dibawah naungan Yayasan Perguruan Tinggi Padang (YPTP).
Kampus Unes yang berdiri sejak tahun 1970an tersebut berlokasi di Jalan Bandar Purus Kecamatan Padang Barat. Prof Andi Mustari Pide bersama sang istri Prof Erawaty Toelis dan sang anak kandung satu-satunya Henry Mappesona hingga saat ini, berhasil mengangkat Unes jadi kampus swasta terbaik di Ranah Minang
Sejak Prof Erawaty Toelis dan Andi Mustari Pide mangkat tahun 2016 dan 2017, Unes pun diwariskan kepada putra kandung Henry Mappesona yang menjadi Ketua Dewan Pengurus YPTP.
Ditangan Henry Mappesona, Unes kembali terangkat marwahnya. Jika ada stigma buruk tentang Unes dalam beberapa dekade silam, saat ini stigma tersebut tak lagi melekat di kampus Unes. Hal ini diupayakan Henry Mappesona dengan berbagai terobosan yang dilakukan, sehingga lulusan Unes menjadi lebih bermutu dan terpakai di dunia kerja.
Setelah Unes menjadi universitas swasta terbaik dengan segala keunggulannya, petaka justru datang pada tahun 2022 ini. Henry Mappesona dikudeta oleh Prof Suriyaman yang notabene saudara seayah namun beda ibu.
Sejak jabatannya sebagai Ketua Dewan Pengurus YPTP periode pertama 2017-2022 habis 13 Juli 2022 lampau, ia tak lagi dilibatkan dalam mengurus Kampus Unes yang diwariskan sang ayah dan ibu.
Tak terima disingkirkan secara ilegal, Henry Mappesona pun melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Padang 1 bulan lalu. Gugatan tersebut kini sudah berproses dan mulai sidang perdana pada Kamis (29/9/2022) lampau.
DR. Syarifudin Noor SH.MH. selaku Ketua Tim Advokat Penggugat mengungkapkan, yang dipersoalkan adalah cara Suriyaman mengambil alih kepengurusan yang dinilai secara tidak patut.
Dia menjelaskan, awal masalah terjadi karena Prof Suryaman melakukan rapat di Padang 18 Juli 2022. Prof Suriyaman langsung pimpin rapat tanpa mengundang Hendri. Intinya rapat tersebut menyetujui memberhentikan semua pengurus dan lahirlah pengurus baru yang sekarang.
“Semua diberhentikan tanpa ba-bi-bu, semua hilang. Naik kepengurusan baru. Ini yang kita gugat,” ujar Syarifudin Noor memberi keterangan di Padang, Kamis (29/9/2022).
Dia menjelaskan, hasil rapat tersebut dilanjutkan dengan pengurusan Yayasan UNES ke Notaris di Kota Bandung dan sampai pula mendaftarkannya ke Kemenkumham.
Padahal terang dia, pada 2 Agustus 2022 pihak Hendri telah melakukan rapat gabungan bersama dewan pengurus, pengawas dan pihak terkait semua ahli waris untuk membahas rencana ke depan. Namun kepengurusan yayasan yang baru urung terbentuk karena didahului Suriyaman hingga mendaftarkannya ke Kemenkumham.
Tegas Syarifudin Noor, cara lahirnya kepengurusan itu tidak sah, mulai dari pemberhentian dan pengangkatan secara semena-mena dan di luar kepatutan.
Kalau lebih dirunut lagi kebelakang, Prof Suryaman tidak berhak atas kepemilikannya di YPTP. Pasalnya YPTP merupakan warisan Prof Andi Mustari Pide dengan Prof Erawaty Toelis untuk anak semata wayangnya itu. Harta yang didapatkan pun merupakan harta perkawinan orangtua Henry Mappesona.
“Sejak Henry Mappesona dikudeta ini, Prof Suriyaman yang tidak berhak atas warisan kampus Unes tersebut, malah mengangkat orang lain yang tak tahu latar belakang nya. Bagaimana Unes bisa maju jika yang mengurus orang tak berpengalaman,” ucapnya terheran.
Sementara itu Henry Mappesona optimis bakal memenangkan gugatan perdata peradilan terhadap Prof Suriyaman Mustari Pide, selaku pihak tergugat yang dituding secara melawan hukum mengambil alih kepengurusan Yayasan Perguruan Tinggi Padang (YPTP) Universitas Ekasakti (UNES) Padang.
Ia mengakui, ada kepuasan tersendiri dalam mengurus yayasan. Karena dalam mengurus dunia pendidikan ini banyak amal jariyahnya. Sehingga dalam mengurus kampus ini semata mata untuk mencari pahala untuk almarhum kedua orangtuanya beserta dirinya.
Kedepan malah ia punya program menghadirkan kampus murah untuk masyarakat Sumbar yang tidak mampu. Cukup dengan membayar Rp 100 ribu per semester, mahasiswa sudah bisa kuliah di Unes.
“Tak hanya itu, kita juga siapkan berbagai jenis beasiswa untuk mahasiswa Unes. Anggarannya sudah disiapkan sewaktu saya menjabat Ketua Dewan Pembina, namun karena saya disingkirkan, program tersebut tertunda sementara,” jelasnya.
Oleh karena itu, Hendry Mappesona meminta doa dan dukungan seluruh unsur di kampus Universitas Eka Sakti maupun masyarakat pendidikan di Sumbar, agar proses hukum berjalan dengan baik dan pihaknya mendapat keadilan.
Untuk diketahui, sidang lanjutan perkara perdata Universitas Eka Sakti di Pengadilan Negeri Padang akan dijadwalkan pada 27 Oktober mendatang.(ridho)
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.