Bengkulu – Salah seorang prenang andalan Sumatera Barat M.Aldo Fahrozi bermain taktis dan dinamis pada ajang Pekan Olahraga Wilayah (Porwil) X yang diputar di Provinsi Bengkulu. Pembawaan yang tenang di darat namun beringas di air hingga saat ini, membuat Sumbar mendulang 3 keping emas.
Sumbangan keping emas perdana Aldo didapat pada nomor 100 meter gaya ganti estafet putra dihari pertama pertandingan renang (3/11) di Kolam Renang Rafflesia, emas kedua diraih pada 50 meter gaya punggung (4/11), serta emas ketiga 200 meter gaya punggung (5/11).
“Alhamdulillah atas pencapaian yang telah diperoleh hingga saat ini. Masih ada satu nomor lagi yang menjadi target saya meraih emas, yakni nomor 100 meter gaya punggung putra. Mohon doa dan dukungan masyarakat Sumbar,”kata Aldo.
Dibandingkan penampilan Aldo pada Porwil IX Bangka Belitung yang dihelat pada 2015 lampau, penampilannya saat ini sedang menanjak naik. Penggemblengan secara simultan dan latihan serius selama beberapa tahun belakangan, membuatnya matang.
Bahkan jika ditempa khusus oleh pemangku kepentingan olahraga Ranah Minang, bukan tidak mungkin Aldo bisa mencapai prestasi puncak seperti yang ditorehkan masa emas Patricia Yosita Hapsari pada medio 2011-2012.
Mantan Ketua Pengprov PRSI Sumbar Sengaja Budi Syukur melihat regenerasi atlet renang Sumbar pada masa ini semakin baik. Ia mengakui banyak bibit atlet muda potensial bermunculan dan siap menorehkan prestasi tertinggi dikancah nasional maupun internasional.
Pria yang juga menjabat Ketua Dewan Penyantun KONI sumbar ini sangat tahu sekali talenta atlet muda ini, karena pernah lama mengurus renang. Penilaian tersebut dilihat baik itu dari segi teknik yang mereka praktekkan maupun postur badan mereka.
“Kami melihat anak anak yang memperoleh medali di Porwil ini memiliki proyeksi bagus untuk lebih berkembang dan bisa mendapat medali emas di PON. Beberapa bulan ini saya telah berbicara dengan pengurus Pengprov PRSI ,agar mereka setelah Porwil dilatih khusus,”kata Budi Syukur.
Meski saat ini olahraga Sumbar terkendala dengan pendanaan, Budi Syukur mengatakan harus dicarikan jalan keluar agar atlet renang bisa dilatih khusus oleh pelatih kawakan. Seperti yang pernah dilakukan saat menggembleng Harizal di Singapura dan menggembleng Patricia Yosita Hapsari di Jakarta.
“Diakui memang dananya cukup banyak. Waktu Harizal dan Yosita dulu kalau tidak salah ada sekitar 25 juta perbulan dana dihabiskan. Namun demikian hasil yang mereka dapat sangat maksimal dan mampu membawa pulang emas,”tutup Budi.(ridho)