Lima Puluh Kota, majalahintrust.com – Wakil Gubernur Sumatera Barat Audy Joinaldy mengatakan Pemprov Sumbar sedang menyusun peraturan gubernur (Pergub) terkait dengan tata niaga gambir. Menurutnya beberapa pertimbangan yang akan diatur nantinya adalah, terkait standarisasi kualitas dan standarisasi harga gambir.
Selain itu dijelaskannya gambir juga tidak lagi menjadi produk unggulan. Tapi akan diubah menjadi produk spesifik. Karena gambir adalah produk spesifik Sumatera Barat yang membutuhkan aturan yang jelas dalam perdagangannya.
“Sekarang kita sedang menggodok aturan turunan dari Perda No. 3 Tahun 2023 Tentang Tata Kelola Komoditas Unggulan Perkebunan. Untuk itu, kita juga butuh masukan dari industri gambir,” sebut Audy.
Hal itu disampaikannya saat berkunjung ke PT. Sumatra Resources International Senin (15/1/2024) di Jorong Banjar Ranah, Pangkalan, Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kabupaten Limapuluh Kota. Kedatangan Audy diterima Manajer PT Sumatra Resources International, Dines Sharma.
Audy menambahkan, selain sedang mempersiapkan Pergub Tata Niaga Gambir, kedatangannya ke PT Sumatra Resources International juga menindaklanjuti adanya aduan masyarakat pada Gubernur Mahyeldi terkait pembelian daun gambir pada perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) tersebut.
“Ini sekaligus upaya kita mempersiapkan aturan yang tepat, agar tercipta simbiosis mutualisme antara petani dan industri,” tukuknya.
Menurutnya, ada banyak yang perlu diperhatikan dalam tata niaga gambir ini. Pertama, pasar gambir ini singel market. Hanya satu negara tujuan, yakni India. Sedangkan Sumbar juga merupakan daerah produsen utama dari produk tersebut. Di beberapa daerah lain juga ada, tapi jumlah produksinya tak sebanyak dari Sumbar.
“Jadi kita butuh pendalaman lebih lagi sebelum menerbitkan pergub. Mempelajari lebih lanjut dengan Dinas Pertanian dan Perdagangan,” katanya.
Selama ini katanya, aturan dalam tata niaga gambir ini belum ada. Meski sudah ada Perda Tata Niaga Produk Unggulan, tapi belum mengatur secara teknis.
Seperti, belum ada standarisasi kualitas, termasuk refraksi harga. Jika dua komponen itu jelas, petani akan bisa memiliki kepastian.
Hal yang sama disampaikan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Barat, Novrial. Pemprov Sumbar saat ini sedang menyusun Pergub Tata Niaga Gambir.
Untuk itu Pemprov Sumbar perlu mengakomodir semua pihak. Ia mengaku, sebelumnya Pemprov Sumbar sudah menerima masukan dari petani, pedagang pengepul dan eksportir gambir dan sekarang dari pabrik industri gambir, sehingga menjadi lengkap.
Dari kunjungan ke pabrik PT Sumatra Resources International, pihak industri setuju dengan rekomendasi Pemprov Sumbar. Yakni, industri mau untuk punya kebun sendiri. Mereka mau distandarisasi menjadi produk gambir Sumbar.
“Bahkan, dari rekomendasi kita, mereka juga mau dipangkas tata niaga yang ada selama ini,” katanya.
Diakui Novrial, sekarang rantai tata niaga gambir itu masih sangat panjang. Ada petani, pengepul satu sampai tiga. Baru tiba pada industri. Kondisi itu jelas dapat menekan harga sampai di petani.
“Hasil pantauan kita, rantainya dari petani, pengepul satu sampai tiga. Baru sampai ke industri. Kondisi ini jelas menekan harga pada petani. Ke depan, bagaimana petani ini bisa langsung ke industri,”katanya.
Selain itu dengan adanya standar kualitas dan standar harga akan sangat menguntungkan petani. Petani bisa tahu harga di pedagang, begitu juga dengan standar kualitas yang harus mereka jaga.
“Selama ini industri tidak salah, petani juga tidak salah dengan kualitas produknya. Karena memang tidak ada aturannya,” ujarnya.
PT Sumatra Resources International saat ini mampu menyerap sebanyak 20 ton daun gambir setiap harinya. Daun gambir itu datang dari kebun rakyat yang berada di Kabupaten Limapuluh Kota.
Diketahui, saat ini harga gambir dengan kualitas tertinggi diharga pedagang Rp90 ribu/kg. Sedangkan kualitas terendah Rp55 ribu/kg.
Dedi salah seorang petani gambir di Pangkalan mengaku sangat setuju dengan pengaturan tata niaga gambir tersebut. Karena saat ini dirinya sering mendapatkan harga dari pedagang. Tidak ada opsi lain dalam memilih harga.
Dedi sendiri punya 2,5 hektar kebun gambir. Setidaknya bisa panen daun gambir sampai 1 ton setiap harinya. Dengan jumlah itu langsung dijual ke pengepul. Alasannya lebih cepat, dari pada diantar ke pabrik.
“Sekarang saya jual daun hanya Rp4 ribu/kg. Sementara di industri sudah Rp4,3 ribu/kg. Kalau sudah ada standarnya kami bisa tahu harga di pasar,” ujarnya. ns-adpsb
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.