PADANG – Saluran berkemih atau sistem urinaria termasuk hal yang penting dan dapat mempengaruhi kesehatan tubuh manusia. Jika fungsi sistem ini terganggu, limbah dan racun bisa menumpuk di dalam tubuh dan menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Saat seseorang memiliki masalah pada saluran kemihnya, ia akan menjalani pemeriksaan uroflowmetri.
Salah satu penyakit gangguan berkemih yakni Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). Penyakit ini merupakan kondisi yang menyebabkan terjadinya pembesaran jinak pada kelenjar prostat, sehingga menganggu aliran urine saat berkemih.
Kelenjar prostat sendiri memiliki fungsi untuk memproduksi air mani dan terletak pada rongga pinggul antara kandung kemih dan penis.
Kelenjar prostat ini hanya dimiliki oleh pria. Oleh sebab itu BPH hanya bisa dialami oleh pria. Dalam kebanyakan kasus BPH, umumnya kondisi ini lebih sering terjadi pada pria di atas usia 50 tahun.
Dokter Urologi di Semen Padang Hospital, dr. Peri Eriad Yunir, Sp.U (K) menjelaskan, uroflowmetri dilakukan pada pasien dengan gangguan berkemih dimana terdapat masalah di saluran kemih bagian bawah, termasuk pada penyakit BPH.
“Pemeriksaan ini paling sering digunakan untuk evaluasi pada pasien dengan pembesaran prostat bagi pasien yang memiliki masalah saat buang air kecil. Kemudian digunakan untuk mengetahui seberapa bagus pola berkemih pasien,” ujar dokter Peri.
Dengan pemeriksaan uroflowmetri, maka akan keluar diagram dari aliran air seni pasien. Dari diagram tersebut, akan diketahui berapa volume urine, kecepatannya, dan berapa lama keluarnya urine, kemudian data itu akan dibandingkan dengan data normal dari berkemih yang normal atau tidak bermasalah.
“Dengan uroflowmetri, kita bisa memprediksi kelainan apa yang membuat urine pasien menjadi bermasalah. Misalnya, hal itu diakibatkan oleh pembesaran prostat, maka diagramnya akan berbeda dengan penyempitan saluran pipis (Striktur Uretra). Karena itu penting untuk dilakukan uroflowmetri untuk membantu diagnosis pasien,” katanya.
Selanjutnya, setelah dilakukannya pemeriksaan uroflowmetri dan diagnosis, maka dokter akan memberikan obat untuk penyakit yang diderita pasien terkait masalah gangguan berkemihnya. Selanjutnya, pasien yang mendapatkan obat dan menyelesaikan kontrol obat, dilakukanlah evaluasi untuk mengetahui apakah dengan pengobatan yang sudah diterapkan pada pasien berhasil, yakni ada perbaikan atau tidak.
“Keadaan pasien dinilai dengan dua cara, yaitu subjektif dan objektif. Subjektif itu melalui apa yang dirasakan pasien. Seperti pasien yang merasa urinenya sudah baikan, puas dan normal. Kemudian secara objektif, yakni melalui pemeriksaan uroflowmetri,” kata dokter Peri.
Namun ia mengungkapkan, banyak orang yang takut untuk melakukan pemeriksaan kesehatan saluran kemihnya. Menurutnya, kadang ada pasien-pasien yang takut berobat karena takut dioperasi. Padahal kalau pun dilakukan operasi, lanjut dokter Peri, bedah minimal invasif sudah dilakukan tanpa sayatan, misalnya dilakukan pengecekan dan terapi dengan teropong, tanpa ada sayatan.
” Meski tanpa sayatan, tapi prosedur itu tetap dinamakan operasi. Namun sudah tidak dengan sayatan. Jadi tak usah takut dan sungkan untuk menyampaikan keluhan yang dirasakan saat berkemih,” katanya lagi.
Ia juga mengungkapkan, rata-rata pasien yang melakukan pengobatan permasalahan berkemih di SPH, dapat ditangani dengan baik dan memuaskan.
Selain itu, fasilitasnya pun lengkap untuk layanan urologi di SPH. Ia mengungkapkan bahwa SPH memiliki alat uroflow yang hanya ada satu-satunya di Padang. Kemudian ada pula alat USG guna mengetahui apakah ada batu atau penyakit lain pada saluran kemih pasien.
“Tersedianya peralatan USG di urologi SPH yakni agar dokter lebih cepat dalam mengeluarkan diagnosis. Sehingga tak perlu pergi ke poli lainnya dan kembali lagi ke poli urologi. Keunggulan lainnya, di SPH sudah memiliki operasi minimal invasif seperti : endoscopi dan laparascopi,ā€¯jelasnya.
Ia juga menambahkan, pelayanan pemeriksaan uroflowmetri di SPH dapat dilakukan setiap hari dalam jam kerja. Dimana pemeriksaan pancaran urine atau disebut Uroflowmeter merupakan satu satu nya yang ada di Rumah sakit di kota padang.
Sementara itu, di sisi lain perawat di SPH Ns. Zaituni Ilmi, S. Kep yang khusus melayani pasien pemeriksaan uroflowmetri mengungkapkan, bahwa ada berbagai prosedur yang akan dilalui pasien dalam melaksanakan pemeriksaan uroflowmetri. Pada awalnya, pasien akan diminta untuk menyampaikan keluhan yang dirasakannya.
Selanjutnya, pasien diminta untuk meminum beberapa gelas air putih sebelum dilaksanakannya tes pancaran urine, dan menahan semaksimal mungkin sampai kandung kemih terisi. Saat kandung kemih pasien rasanya sudah cukup penuh, pasien akan diminta buang air kecil di toilet yang tersedia corong khusus, yang mana alat itu terhubung dengan uroflowmetri elektronik.
“Ketika sedang buang air kecil saat tes tersebut, pasien diminta melakukannya secara normal. Nantinya, alat yang telah disediakan akan mencatat hasil dari urine pasien,” jelas perawat yang akrab disapa Mail ini.
Alat uroflowmeter ini nantinya akan mengeluarkan informasi seperti jumlah urine yang dikeluarkan, kecepatan keluarnya urine (per detik), serta waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan seluruh isi saluran kemih.
Dirinya juga mengungkapkan, melalui hasil dari tes tersebut, akan dibandingkan dengan standar normal dari keluarnya urine, yang juga ditentukan berdasarkan usia dan jenis kelamin. Jika pasien memiliki hasil yang di bawah standar normal, maka dapat dipastikan pasien memiliki masalah buang air kecil. Lalu, dokter akan menggunakan hasil tes uroflowmetri sebagai data objektif dan apa yang dirasakan pasien sebagai data subjektif guna memberikan diagnosis dan rencana pengobatan.(*)