Catatan Ridho Syarlinto
Pimpinan Redaksi Majalah Intrust
Sumatera Barat memiliki ruas jalan nasional yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sepanjang 1448,8 km, terdiri dari jalan arteri primer 657,8 km dan jalan kolektor primer 791 km.
Tahun 2016 kebawah, jalan nasional di Sumatera Barat dikelola oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) II. Banyak keuntungan yang didapat apabila pengelolaan jalan dilakukan oleh balai besar tentunya.
Pertama tentu dari sisi anggaran. Saat masih dikelola BBPJN II dahulunya, anggaran jalan nasional di Sumbar rata-rata mendapat kucuran Rp 1,5 triliun hingga Rp 2 triliun per tahunnya dari alokasi anggaran berkisar Rp 4,5 triliun hingga Rp 5 triliun untuk empat provinsi.
Ya saat masih berstatus BBPJN II, ada empat provinsi yang dikelola saat itu. Yakni Sumbar, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau. Sumbar saat itu memperoleh alokasi anggaran paling besar.
Belum lagi paket pekerjaan infrastruktur program WINRIP (Western National Roads Improvement Project) dengan nilai investasi melebihi Rp 1 triliun untuk membenahi delapan ruas jalan, berhasil mengubah wajah jalan lintas barat Sumatera.
Alhasil jalan nasional di Sumbar saat dikelola BBPJN II menjadi jalan nasional terbaik diluar Pulau Jawa pada saat itu. Status jalan kondisi mantap rata-rata berkisar diantara 94 hingga 96 persen.
Delapan ruas jalan nasional yang menjadi lalu lintas gerbang pintu masuk ke Ranah Minang pun juga dipuji oleh pengguna jalan. Bahkan saat itu boleh dikatakan badan jalan nyaris tanpa lobang, karena begitu nyamannya dilalui kendaraan.
Kedelapan pintu gerbang masuk ke Sumbar yakni ruas jalan Kabupaten 50 Kota menuju Kabupaten Kampar Riau, ruas jalan Kiliran Jao Kabupaten Sijunjung menuju Kabupaten Kuansing Riau, Kabupaten Dharmasraya menuju Kabupaten Muaro Bungo Jambi, Kabupaten Pessel menuju Muko-Muko Bengkulu, Kabupaten Pasaman Barat menuju Bedeng Rapat Sumut, Kabupaten Pasaman menuju Mandailing Natal Sumut, Kabupaten Solok Selatan menuju Kabupaten Kerinci Jambi, serta Kabupaten Pessel menuju Sungai Penuh Jambi.
Pasca beralih status tahun 2017 menjadi Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) III atau orang menyebut balai kecil yang mengelola dua provinsi yakni Sumbar dan Bengkulu, anggaran pun melorot jauh.
Alokasi untuk Sumbar pun kurang dari Rp 1 triliun pada 2017 dan 2018. Naik sedikit pada 2019 karena banyaknya paket pekerjaan infrastruktur berasal dari Diskresi Presiden dan Diskresi Menteri PUPR berkisar Rp 1,3 triliun.
Paket pekerjaan infrastruktur Diskresi Presiden dan Diskresi Menteri PUPR pun banyak dialokasikan untuk membenahi ruas jalan kabupaten dan kota, serta membenahi jembatan yang sudah mengalami kerusakan.
Mirisnya, pada tahun 2020 anggaran pengelolaan jalan nasional di Sumbar berkisar di angka Rp 500 miliar saja lagi atau bahkan kurang dari itu, karena sudah di recofusing dan realokasi untuk penanganan Covid 19. Anggaran itu dialokasikan hanya untuk pekerjaan pemeliharaan jalan atau yang lebih dikenal dengan istilah long segment.
Tentunya dengan jumlah anggaran segitu, tak akan cukup untuk menangani ruas jalan nasional yang ada. Alhasil jalan nasional Ranah Minang saat ini mengalami rusak parah di beberapa ruas jalan yang menjadi penggerak ekonomi Sumbar
Seperti ruas jalan Lintas Tengah Sumatera Muaro Kalaban Kota Sawahlunto hingga Batas Muaro Bungo Jambi sepanjang 240 km yang mengalami kerusakan parah. Diruas jalan ini tidak bisa dilakukan perbaikan dengan penanganan long segment saja. Namun harus dilakukan penanganan khusus dengan perkiraan biaya yang cukup besar.
Tak sedikit mobil bermuatan berat rebah kuda pada ruas ini karena memaksakan diri untuk melewatinya. Padahal memang badan jalan itu kali yang hancur dan tak bisa dilewati kendaraan berat.
Lalu ada lagi ruas jalan Lubuk Selasih Kabupaten Solok hingga ke Batas Kerinci Provinsi Jambi, yang juga perlu mendapat perhatian ekstra serta gelontoran dana yang besar untuk membenahinya. Jika hanya dilakukan dengan skema long segment saja, tak akan pernah tuntas jalan itu dibenahi.
Belum lagi belasan titik penanganan longsoran yang membutuhkan perhatian serius. Sebab apabila tidak ditangani , membuat jalan nasional menjadi putus dan tidak bisa dilalui kendaraan. Seperti longsoran di Kabupaten Sijunjung, longsoran di ruas jalan menuju Kabupaten Pasaman, longsoran menuju Pesisir Selatan dan lainnya.
Jika boleh berharap, tentunya status Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) hendaknya bisa kembali ke pangkuan Ranah Minang. Agar kucuran dana segar senantiasa membantu infrastruktur jalan Sumbar supaya tetap terjaga dengan baik, sehingga roda ekonomi pun kembali bisa berputar dengan kencang.(***)