Jakarta, majalahintrust.com – Komisi X DPR RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Kepariwisataan bersama Pemerintah Daerah, di Ruang Rapat Komisi X DPR RI.
Rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi X DPR RI Agustina Wilujeng Pramestuti, S.S itu dihadri segenap anggota Komisi X DPR RI dan mengundang tujuh kepala daerah. Di antaranya Bupati Tanah Datar, Bupati Maros, Bupati Mojokerto, Bupati Kepulauan Mentawai, Walikota Palembang, Walikota Samarinda dan Walikota Manado.
Agustina Wilujeng Pramestuti mengatakan rapat gelar pendapat RUU Kepariwisataan ini perlu dilakukan guna mengakomodir beberapa hal yang selama ini belum diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Pariwisata.
Menurut Agustina hal itu terkait dengan kelembagaan pariwisata yang selama ini belum dapat menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana mestinya. Misalnya tentang sumber daya manusia di bidang pariwisata, jenis-jenis objek wisata, digitalisasi pariwisata, anggaran pariwisata, kawasan wisata, dan juga mengenai sanksi pidana.
RUU Kepariwisataan ini juga berkaitan dengan telah adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sehingga terdapat substansi ketentuan mengenai kepariwisataan yang perlu diadopsi dan dicermati.
“Karena itu Komisi X DPR RI merasa perlu untuk melakukan penggantian terhadap Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang pariwisata melalui perubahan arah dan jangkauan pengaturan yang lebih konseptual, menyeluruh dan umum sebagai wujud pelaksanaan fungsi legislasi,” ujar Agustina.
Lebih jauh Agustina menjelaskan bahwa rapat dengar pendapat ini juga dimaksudkan untuk mendengarkan masukan serta menyerap aspirasi komponen wisata termasuk Pemerintah Daerah melalui kegiatan transaksi dengar pendapat terkait pengelolaan kepariwisataan di daerah terutama wisata daerah aliran sungai, wisata budaya dan wisata alam yang substansi pengaturannya belum ada di dalam Undang-Undang.
“Mengingat Indonesia memiliki sumber daya alam dan budaya yang menarik untuk menjadi wisata unggulan, tentunya pengaturan kepariwisataan menjadi semakin penting sehingga memberikan dampak ekonomi dan merupakan tempat wisata yang berkelanjutan. Untuk itu, pada rapat kali ini fokus perhatian utama kita adalah tantangan dan permasalahan penyelesaian dari daerah terkait kebijakan strategis Pemerintah Daerah dalam proses pengelolaan dan pengembangan wisata berbasis wisata bahari, wisata budaya dan wisata alam di daerah,” tambahnya.
Bupati Tanah Datar Eka Putra, SE, MM yang didampingi Asisten Pemerintahan dan Kesra Elizar, Asisten Ekobang Abdul Hakim, Kadis Parpora Hendri Agung Indrianto, Kabag Hukum Audia Safitri dan Kabag Prokopim Dedi Tri Widono, mempromosikan di hadapan seluruh anggota Komisi X DPR RI yang hadir pada rapat tersebut bahwa Kabupaten Tanah Datar memiliki 200 lebih potensi daya tarik wisata mulai dari wisata alam, budaya, adat, kesenian tradisional, dan juga atraksi unik seperti pacu jawi.
“Tanah Datar juga memiliki 10 objek wisata unggulan yaitu Istano Basa Pagaruyung, Puncak Aua Sarumpun, Panorama Tabek Patah, Nagari Tuo Pariangan, Tanjung Mutiara, Puncak Pato, Air Terjun Lembah Anai, Batu Angket-angkek, dan juga Pemandian Air Panas di Padang Ganting. Kita juga memiliki potensi untuk menjadi destinasi wisata dunia yang terkenal karena pada tahun 2022 sebanyak satu juta pengunjung datang ke Tanah Datar dan pada tahun 2023 Pemda Tanah Datar menargetkan sebanyak dua juta kunjungan wisatawan,” beber Bupati Eka.
Namun demikian tambahnya, Pemda memiliki beberapa kendala dalam pengembangan objek-objek wisata. Di antaranya terkait izin usaha pariwisata yang aturannya masih tumpang tindih antara Permenpan Nomor 10 tahun 2018 dengan Permenparakraf nomor 4 tahun 2021.
Selain itu, Kabupaten Tanah Datar juga memiliki budaya lokal, wisata alam, wisata tirta yang tidak tertampung didalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, meski ini merupakan daya tarik wisata potensial yang dapat meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara.
Bupati Eka Putra menyampaikan bahwa Sumatera Barat pada umumnya dan khususnya Tanah Datar juga terkendala masalah pengembangan kawasan destinasi penyangga yang dihadapkan pada permasalahan status lahan yang merupakan tanah ulayat. Pemerintah Daerah juga kurang mendapatkan kesempatan untuk memberikan usulan dalam mensinergikan produk regulasi daerah dengan produk regulasi pemerintah pusat.
Pemda Tanah Datar menurutnya telah melakukan upaya-upaya dalam pengembangan pariwisata daerah. Di antaranya dengan menetapkan Perda Ripparkab Kabupaten Tanah Datar, menjadikan pariwisata sebagai program unggulan daerah dengan program Satu Nagari Satu Event, bersinergi dengan penthahelix dalam kegiatan pengembangan pariwisata daerah dan selanjutnya juga melakukan peningkatan pemberdayaan kelompok masyarakat dalam pengembangan pariwisata melalui pengembangan dan pembinaan potensi dan komunitas-komunitas lainnya.
Sementara terkait dengan pembahasan RUU Kepariwisataan, Bupati Eka Putra berharap ini nantinya dapat mengakomodir pengaturan mengenai pembangunan budaya pariwisata di masyarakat sehingga jelas antara konsep penyelenggaraan kepariwisataan dan pembangunan kepariwisataan serta teknologi informasi yang mengintegrasikan pengelolaan data pariwisata secara nasional sebagai tempat promosi daerah dan sarana informasi bagi wisawatan.
Selanjutnya, RUU Kepariwisataan juga harus mengakomodir pengelolaan destinasi dan pariwisata berupa sanksi pengunjung yang merusak lingkungan dan digitalisasi serta positioning destinasi wisata di dunia maya dan penguatan budaya dan lingkungan dari pengaruh budaya asing.
RUU Kepariwisataan juga diharapkan mengakomodir Ripparkab Kabupaten Tanah Datar yang telah ditetapkan ke dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan memengakomodir pengembangan wisata halal dimana provinsi Sumatera Barat merupakan satu-satunya yang telah memiliki Perda wisata halal. M.Dt
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.