Padang – Sidang perkara penipuan dan penggelapan investasi lahan tanah seluas 765 hektare di Kota Padang dengan terdakwa Delfi Andri dan Eko Malla Asykar digelar di Pengadilan Negeri (PN) Padang, Kamis (1/7/2021). Terungkap sejumlah fakta baru dari para saksi.
Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar menghadirkan lima orang saksi yakni Mario Eka Syaputra dan Elsi Fitrianti dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Padang.
Selain itu, saksi dari Ahli Waris Usoeus Abdul Wahab, Ahli Waris Sutakat Nofrizal, dan Edi Surya yang merupakan perantara pembelian apartemen milik Terdakwa Eko (berkas terpisah) di Kalibata City, Jakarta Selatan juga ikut dihadirkan.
Dalam sidang tersebut, luas tanah 765 hektare yang diklaim di empat kelurahan yakni Kelurahan Air Pacah, Dadok Tunggul Hitam, Ikur Koto, dan Kelurahan Bungo Pasang, Kecamatan Koto Tangah yang diklaim milik Kaum Maboet lalu dijual oleh terdakwa Delfi Andri dan Eko kepada korban, ternyata hanya seluas 1,3 hektare.
Menurut keterangan saksi Elsi dari BPN Kota Padang, pihaknya pernah melihat Putusan Landraadt (putusan pengadilan hukum Belanda) dan terdapat batas-batas tanah.
“Lokasi tanah itu, katanya, hanya berada dikawasan Tunggul Hitam, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang. Almarhum Lehar pernah mengajukan permohonan pengurus tanah ke BPN Padang pada tahun 2016 atas dasar tuntutan Landraadt.
“Namun berkas tersebut dikembalikan dan tidak bisa diproses dan dikembalikan pada tanggal 1 April 2020 lalu,” katanya.
Hal serupa juga disampaikan oleh saksi Mario dari BPN Padang. Sementara saksi lainnya, Abdul Wahab yang merupakan Ahli Waris Usoeus mengatakan, Putusan Landraadt Tahun 1931 pernah digugat oleh kaum Maboet.
“MKW Lehar mengklaim tanah seluas 765 hektare pernah mendengar. Akan tetapi faktanya tidak ada tanah luasnya segitu. itu tidak benar,” ujarnya.
Sepengetahuannya, kata Wahab, tanah Lehar dan Maboet hanya di berada di kawasan Dadok Tunggul Hitam, Kecamatan Koto Tangah dengan luas tanah 2,5 hektare.
“Saat diukur kembali saat proyek pengendalian banjir ternyata luasnya kembali berkurang dengan hanya luas mencapai 1,3 hektare. Sedangkan yang di Bungo Pasang, Air Pacah, dan Ikur Koto, yang diklaim almarhum Lehar dan kawan-kawannya, itu tidak termasuk,” tuturnya.
Keterangan serupa juga diungkapkan aksi Novrizal yang merupakan Ahli Waris Sitakat. Dia menyebut bahwa tanah Maboet hanya seluas 1,3 hektare berada di kawasan Tunggul Hitam.
Namun dia menyebut, tidak tahu menahu soal tanah yang hanya seluas 1,3 hektar itu lalu diklaim terdakwa Delfi dan terdakwa Eko seluas 765 hektar itu dijual. Sehingga menimbulkan kasus penipuan penjualan dan penggelapan investasi tanah yang merugikan banyak pihak tersebut.
Sementara saksi lainnya, Edi Surya memberikan keterangan pembenaran bahwa terdakwa Eko diketahui memiliki dua unit apartemen senilai Rp900 juta di kawasan Kalibata City, Jakarta Selatan. Apartemen itu, dibeli secara bertahap sejak April 2019 lalu.
“Saya ditugaskan Eko mencarikan apartemen. Dan saya terima uang sebesar Rp140 juta buat perawatan apartemennya. Saya tidak tahu tentang perkara ini karena Eko mengaku berprofesi sebagai penjual beli tanah di Kota Padang,” ucapnya.
Seusai mendengarkan keterangan para saksi, Ketua Majelis Hakim Asni Meriyenti didampingi Hakim Anggota Khairulludin dan Ade Zulfiana Sari, menunda sidang. Sidang akan kembali dilanjutkan pada hari Senin (5/7/2021) mendatang.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tommy Busnarma, Miszuarty, dan Afridel Cs mendakwa Terdakwa Delfi Andri dan Eko telah melakukan penipuan dan penggelapan investasi lahan tanah seluas 765 hektare di Kota Padang.
Akibat perbuatannya, korban berinisial AS mengalami kerugian sebesar Rp20 miliar. Kedua terdakwa diancam pidana karena telah melanggar pasal 378 kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 372 KUHP junto Pasal 55 ayat ke-1 KUHP. (Dil)