Padang, majalahintrust.com – Mengapa anak muda zaman sekarang yang disalahkan kalau mereka tak mengerti dengan kesenian tradisi? Sementara kalau kita melihat televisi atau handphone, justru kesenian K-Pop, Barat atau bahkan Taiwan yang sering tampil.
Pernyataan itu menyeruak di sela-sela diskusi Bedah Buku Perjalanan 40 Tahun Karya Sang Maestro Eri Mefri, Salam Tubuh pada Bumi di Gedung Manti Menuik Ladang Tari Nan Jombang, Senin (23/6). Dan yang mengeluarkan pernyataan itu adalah Ery Mefri sendiri.
Disebutkan Ery, harusnya pemerintah lebih awas dalam persoalan ini. Saat mana anak-anak muda sekarang sering disalahkan karena mereka tak pernah diajarkan bagaimana itu yang kesenian tradisi, bagaimana itu tari tradisi dan lain sebagainya.
Pernyataan keprihatinan Ery Mefri itu juga sempat menimpa dirinya sendiri. Saat mana pemerintah tidak mau tahu dengan bagaimana proses seorang Ery Mefri menjadi besar seperti sekarang ini. Justru ia lebih banyak dibantu pihak lain.
“Saya jujur saja tak pernah mendapatkan bantuan secara langsung dari pemerintah daerah sejak awal berkarir 40 tahun lalu. Semua yang saya dapatkan sekarang ini, justru berasal dari pementasan di luar negeri yang banyak saya lakukan,” ujarnya.
Bedah buku karya Hendra Makmur itu dilakukan melalui dua nara sumber yakni Dr. Abdullah Khusairi dan Venny Rosalina, S.Sn, M.Sn. Pada saat itu banyak pertanyaan bernas muncul dari berbagai peserta yang terdiri dari seniman, budayawan, akademisi dan praktisi seni. Salah satunya mengapa Ery Mefri ndak pernah bisa menjadi dosen.
“Awalnya saya menemui Dekan di sebuah perguruan tinggi. Mereka tampaknya mau menerima saya untuk menjadi dosen. Tapi ada saja Dosen lain yang menolak kehadiran saya. Akhirnya saya ndak pernah menjadi Dosen. Sebaliknya di Nan Jombang banyak pihak lain minta belajar kepada saya,” ujar Ery.
Begitu pula mengenai sentuhan pemerintah. Ia justru tidak membutuhkan. Sebab justru pemerintah lah yang membutuhkan. Karena begitu banyak pihak di luar negeri yang menyukai karyanya dan mau membayar lebih untuknya.
Namun begitu ia justru menerima masukan dari banyak orang. Termasuk dari dosen muda Venny Rosalina, yang tamat di ISI Padang Panjang tahun 2008. Masukan itu yaitu perlunya diperjelas metode yang dipakai Ery Mefri sehingga bisa menjadi pegangan bagi para dosen.
Acara bedah buku itupun berlanjut kepada buku kedua yang berjudul Retrospeksi Gelanggang Tari Sumatera – Padang Bagalanggang – Kaba Festival karya Nasrul Azwar dan Dr. Hermawan. Buku itu bercerita tentang sejarah berdirinya Gelanggang Tari Sumatera berlanjut ke Padang Bagelanggang dan akhirnya Kaba Festival.
Bedah buku kedua ini dimoderatori oleh Hendra Makmur. Sedang dua nara sumber yaitu Indra Utama, S.Kar, M.Hum, Ph.D dan Nasrul Azwar. Bedah buku kedua juga banyak mendapat tanggapan. Acara bedah buku yang berlangsung sehari penuh di Gedung Manti Menuik itupun ditutup oleh Kepala Balai Sejarah Nurmatias.
Di sela-sela acara bedah buku, juga dilangsungkan acara Perayaan 67 Tahun Eri Mefri. Pada acara yang dipandu oleh KPJ Sakato Padang itu Ery Mefri menerima ucapan selamat dari seluruh keluarga termasuk cucu. Juga dari Angga Djamar yang juga isteri Ery Mefri, dan seniman budayawan lainnya. ns
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.