Dua Daerah di Sumbar Kirim Limbah Covid 19 Ke Semen Padang Tanpa Pedulikan Protokol Penanganan Covid 19
Padang – Dua Pemerintah Daerah di Sumatera Barat tidak bisa menjalankan penangan wabah Covid-19 dengan mengadopsi protokoler resmi dalam membuang limbah B3 Covid-19.
Dua mobil pengangkut limbah infeksius Covid-19 dari Pemkot Padang Panjang dan Kabupaten Solok tertangkap warga Lubuk Kilangan tanpa protokoler.
Padahal, menurut WHO, wadah Covid-19 juga termasuk di dalamnya adalah limbah medis penanganan penyakit itu sendiri. Maka WHO telah menetapkan protokoler resmi cara pemusnahannya. Salah satunya adalah penggunaan insinerator dan sederet aturan lainnya.
Gubernur Sumbar berdasarkan SK No. 660-285-2020 tanggal 13 April 2020 menunjuk kiln Indarung V PT Semen Padang sebagai pemusnah limbah B3 infeksius penanganan Covid-19 Provinsi Sumatera Barat.
Namun dalam penanganannya pemerintah yang tidak serius, terungkap hari ini di Kecamatan Lubuk Kilangan. Dikutip dari plasa.top Jumat (1/5) siang ini, warga Indarung, Lubuk Kilangan (Luki) menangkap dua mobil pengangkut limbah dari Dinas Lingkungan Hidup kabupaten Solok, sebuah mobil boks BA 9105 NZ dan Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup, sebuah mobil pick up BA 8806 H yang mengantar limbah infeksius ke unit insinerator kiln Indarung V PT Semen Padang tanpa protokol WHO.
“Tak satu pun di antara petugas yang menangani limbah tersebut menggunakan APD. Ada yang hanya memakai oblong dan bahkan celana pendek,” kata Yanti Chaniago, dari Tim Penanganan Covid-19 Lubuk Kilangan di lokasi tunggu limbah PT Semen Padang.
Menurut pantauan warga Luki kedua mobil pembawa limbah infeksius tersebut sempat berlalu lalang di Lubuk Kilangan ketika para awak mencari lokasi sholat dan warung makan dan memarkirkan kendaraan bukan di lokasi penampungan sementara.
“Yang dikhawatirkan warga adalah yang mereka bawa adalah limbah berbahaya, dan para awak yang tanpa pelindung juga berinteraksi dengan lingkungan sekitar seperti warung makan dan musholla,” ujar Yanti.
Protokoler WHO mengatakan bahwa praktik terbaik untuk mengelola limbah layanan kesehatan secara aman harus diikuti, termasuk menetapkan tanggung jawab dan sumber daya manusia dan material yang memadai untuk memisahkan dan membuang limbah dengan aman.
Tentang SDM yang digunakan kedua pemerintah daerah tersebut untuk mengantar limbah berbahaya ini ke Indarung menjadi pertanyaan warga.
“Ada yang enak-enak merokok sebelum pintu masuk pabrik dan satu orang ternyata ada yang membawa APD yang baru dikenakan setelah ada kerumunan warga di penampungan,” tulis WAG Lubuk Kilangan.
WHO mengatakan bahwa memang belum ada bukti bahwa kontak langsung manusia tanpa perlindungan selama penanganan limbah layanan kesehatan telah mengakibatkan penularan virus COVID-19.
Namun, semua limbah layanan kesehatan yang dihasilkan selama perawatan pasien, termasuk yang dengan infeksi COVID-19 yang terkonfirmasi, dianggap sebagai infeksius (infeksius, benda tajam, dan limbah patologis) dan harus dikumpulkan dengan aman di dalam wadah yang diberi tanda dan kotak sharpsafe atau aman dari benda tajam.
Tak satu pun dari kedua mobil tersebut mengikuti kaedah protokoler tersebut dan warga menolaknya. “Belum lagi kalau terjadi force majure di jalan,” kata Temi, warga Luki.
WHO mensyaratkan limbah ini harus diolah, sebaiknya di tempat, dan kemudian dibuang dengan aman. Jika limbah dipindahkan ke luar lokasi, penting untuk memahami di mana dan bagaimana limbah itu akan dibawa, diolah dan dibuang.
Limbah yang dihasilkan di area tunggu fasilitas layanan kesehatan dapat diklasifikasikan sebagai tidak berbahaya dan harus dibuang dalam kantong hitam yang kuat dan ditutup sepenuhnya sebelum pengumpulan dan pembuangan oleh layanan limbah kota.
Semua orang yang menangani limbah layanan kesehatan harus mengenakan APD yang sesuai (sepatu bot, baju lengan panjang, sarung tangan tugas berat, masker, dan kacamata pelindung atau pelindung wajah) dan melakukan kebersihan tangan setelah melepasnya.
Volume limbah infeksius selama wabah COVID 19 diperkirakan akan meningkat, terutama karena penggunaan APD.
Karena itu, kata WHO, penting untuk meningkatkan kapasitas untuk menangani dan mengolah limbah layanan kesehatan ini. Kapasitas pengolahan limbah tambahan, lebih disukai melalui teknologi pengolahan alternatif, seperti autoclaving atau insinerator pembakaran suhu tinggi, seperti yang dimiliki PT Semen Padang. (*)