Halal Bukan Sekedar Label : Indonesia Siap Pimpin Revolusi Ekonomi Syariah Global
Oleh : Muhammad Rafif Gifari, SM CPNS Kementerian Perindustrian Mahasiswa Pasca Sarjana Program MBA Universitas Gajah Mada
Padang, majalahintrust.com – Indonesia saat ini berada pada titik strategis untuk menentukan arah masa depan ekonominya. Dengan jumlah umat muslim terbesar di dunia, Indonesia bukan hanya menjadi pasar
halal yang luas, tetapi juga memiliki peluang besar untuk tampil sebagai produsen utama di tingkat
global.
Potensi ini sejalan dengan target Presiden Prabowo Subianto yang menempatkan pertumbuhan ekonomi sebesar delapan persen pada tahun 2029, di mana industri halal diharapkan
menjadi salah satu motor penggeraknya.
Capaian Indonesia dalam peta ekonomi syariah dunia semakin memperkuat optimisme tersebut.
Laporan State of the Global Islamic Economy (SGIE) 2024/2025 menempatkan Indonesia di posisi
ketiga dalam Global Islamic Economy Indicator. Pencapaian ini menunjukkan bahwa Indonesia bukan lagi sekadar konsumen, melainkan mulai diakui sebagai kekuatan penting dalam ekosistem industri halal global.
Dalam konteks ketidakpastian ekonomi dunia akibat dinamika geopolitik, krisis iklim, dan revolusi teknologi, keunggulan ini merupakan modal penting untuk memperkuat daya
tahan sekaligus daya saing nasional.
Dari sisi kinerja, tren ekspor produk halal Indonesia mencatat perkembangan positif. Sepanjang
tahun 2024, nilai ekspor produk halal mencapai 51,4 miliar dolar AS atau tumbuh 1,70 persen dibanding tahun sebelumnya. Bahkan, peningkatan ekspor produk halal mencapai 7,08 persen, dengan sektor makanan dan minuman sebagai penyumbang utama, yakni lebih dari 80 persen.
Data dari Bank Indonesia juga menunjukkan pangsa pasar produk halal Indonesia secara global telah
mencapai 11,34 persen pada 2023 dan ditargetkan menembus 15 persen pada 2025. Fakta ini menggambarkan bahwa industri halal tidak hanya bergerak melampaui sekadar identitas, melainkan menjadi salah satu penopang utama pertumbuhan ekonomi.
Selain sebagai motor ekonomi industri, halal juga memiliki dimensi lain yang tidak kalah penting: daya tarik wisata. Konsep wisata halal kini menjadi tren global yang semakin diminati
wisatawan mancanegara, tidak hanya dari negara berpenduduk mayoritas muslim tetapi juga dari negara non-muslim. Wisatawan mencari destinasi yang tidak hanya menawarkan keindahan alam dan budaya, tetapi juga menjamin kenyamanan dalam aspek halal, mulai dari kuliner, akomodasi, hingga layanan pendukung.
Indonesia, dengan kekayaan budaya dan alam yang melimpah, memiliki
potensi besar untuk menjadi destinasi utama wisata halal dunia. Integrasi antara industri halal dan sektor pariwisata akan memperluas dampak ekonomi, meningkatkan devisa, serta memperkuat posisi Indonesia dalam ekosistem halal global.
Namun, jalan menuju episentrum industri halal dunia tidak tanpa hambatan. Pemahaman pelaku usaha, khususnya UMKM, mengenai sertifikasi halal masih terbatas. Proses sertifikasi kerap dianggap berbelit dan mahal.
Sementara kapasitas lembaga sertifikasi belum mampu mengimbangi
tingginya kebutuhan pasar. Basis data pelaku usaha halal yang terintegrasi juga belum optimal, sehingga kebijakan sering kali kurang tepat sasaran.
Di sisi lain, negara-negara pesaing seperti Malaysia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab telah lebih dulu membangun ekosistem halal yang kuat
melalui kebijakan progresif, inovasi, dan promosi global yang agresif.
Menghadapi tantangan tersebut, kolaborasi menjadi kunci. Pemerintah perlu memperkuat regulasi
dan tata kelola halal yang lebih sederhana, memperluas akses sertifikasi, serta memberikan insentif
yang mendorong partisipasi UMKM. Pelaku usaha perlu difasilitasi untuk berinovasi dengan mengoptimalkan bahan baku lokal halal sehingga rantai pasok nasional semakin kuat.
Di tingkat global, diplomasi ekonomi halal harus ditingkatkan agar citra Indonesia sebagai pusat industri halal
semakin dikenal dan diakui. Dalam kerangka ini, Kementerian Perindustrian memiliki peran yang sangat strategis. Kemenperin dapat memperkuat daya saing industri halal melalui pembangunan kawasan industri halal, pengembangan teknologi produksi berbasis standar halal, dan penyediaan fasilitas sertifikasi yang lebih mudah dijangkau. Selain itu, Kemenperin berperan dalam menyiapkan sumber daya
manusia yang terampil melalui program pendidikan vokasi, pelatihan, dan riset terapan.
Dukungan terhadap UMKM dan industri kecil menengah melalui pendampingan teknis maupun insentif fiskal akan mempercepat integrasi mereka ke dalam rantai pasok halal global. Tidak kalah penting,
Kemenperin juga dapat mendorong promosi internasional dengan memperkuat merek “Halal
Indonesia” agar memiliki posisi yang kuat dalam perdagangan dunia.
Partisipasi masyarakat juga menjadi elemen penting. Kesadaran konsumen untuk memilih produk halal lokal akan menciptakan permintaan yang konsisten. Sehingga mendorong pelaku usaha menjaga standar dan meningkatkan kualitas produk. Sinergi antara pemerintah, dunia usaha,
dan masyarakat inilah yang akan melahirkan ekosistem halal yang tangguh dan berdaya saing.
Apabila strategi ini berjalan konsisten, Indonesia berpeluang besar menjadi pusat industri halal dunia.
Dampak positifnya tidak hanya terlihat pada peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja, tetapi juga pada terwujudnya kemandirian ekonomi yang lebih adil, inklusif, dan
berkelanjutan.
Dengan demikian, halal tidak boleh lagi dipandang sekadar sebagai label atau kewajiban administratif. Halal harus menjadi strategi besar pembangunan ekonomi bangsa. Melalui peran kuat
Kementerian Perindustrian, sinergi lintas sektor, serta dukungan penuh masyarakat, Indonesia berpeluang mengokohkan posisinya sebagai episentrum ekonomi syariah dunia sekaligus mewujudkan target pertumbuhan ekonomi delapan persen pada 2029.
Kesimpulannya, halal tidak bisa lagi dipandang sebagai sekadar label pada sebuah produk. Halal harus dilihat sebagai strategi besar bangsa untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif, berkeadilan, dan berdaya saing global. Dengan sinergi erat antara regulator, pelaku usaha,
dan konsumen, Indonesia memiliki peluang besar untuk tampil sebagai pemimpin dalam revolusi ekonomi syariah global, sekaligus mengantarkan bangsa ini menuju pertumbuhan ekonomi delapan
persen pada tahun 2029. Momentum emas ini ada di depan mata, dan tidak boleh disia-siakan.
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.