Jakarta – Memasuki Triwulan Keempat Tahun Anggaran 2019, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menempati peringkat kedua dalam Nilai Kinerja Anggaran (NKA) 2019 untuk Kementerian/Lembaga dengan Kategori Pagu Besar di atas Rp 10 triliun.
Selain Kementerian PUPR, menurut data yang dirilis Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan per tanggal 23 Oktober 2019, terdapat 12 Kementerian/Lembaga lain pada kategori sama yang juga dinilai.
Persentase NKA 2019 Kementerian PUPR sebesar 74,22 persen, sedangkan NKA nasional adalah 47,99 persen. Capaian Kementerian PUPR ini juga lebih tinggi dari tahun anggaran 2018 yakni 64,92 persen dan 59,43 persen pada 2017.
Peringkat NKA dikeluarkan setelah dilakukan evaluasi secara proporsional terhadap peran masing-masing variabel penyerapan anggaran, konsistensi penyerapan anggaran terhadap perencanaan, efisiensi, dan capaian keluaran.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan tugas Kementerian PUPR adalah membelanjakan uang negara secara transparan,akuntabel, efektif dan efisien. “Setiap rupiah yang dibelanjakan harus bisa memberi dampak terhadap kinerja perekonomian. Kita harus hati-hati dalam membelanjakan uang negara,” kata Menteri Basuki.
Evaluasi Kinerja Anggaran merupakan alat untuk membuktikan apakah dokumen anggaran telah dilaksanakan sesuai rencana, dan sebagai umpan balik (feed-back) untuk perbaikan (improve) penganggaran pada periode berikut-berikutnya.
Capaian ini merupakan indikator peningkatan kinerja dan pengelolaan kualitas belanja anggaran infrastruktur yang memberikan manfaat sebesar-besarnya (value for money) bagi pembangunan Indonesia.
Kementerian PUPR Masuk Empat Terbaik dalam Aksi Pencegahan Korupsi dari KPK
Kementerian PUPR juga terus berkomitmen untuk mencegah terjadinya tindak korupsi dengan meningkatkan akuntabilitas belanja anggaran agar dapat menghasilkan pembangunan infrastruktur yang berkualitas sehingga mampu mendukung pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Pembangunan yang berkualitas juga ditentukan oleh koordinasi yang baik mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, hingga pengawasan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) agar anggaran yang dikeluarkan digunakan secara efektif dan efisien sesuai program.
Komitmen pencegahan korupsi dan peningkatan akuntabilitas belanja anggaran infrastruktur Kementerian PUPR tersebut terlihat dari capaian nilai atas laporan semester I tahun 2019 Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selain Kementerian PUPR terdapat tiga Kementerian/Lembaga lainnya yang mendapatkan nilai 100% atas pelaksanaan aksi pencegahan korupsi pada semester I 2019 yakni Badan Informasi Geospasial (BIG), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (KemenkoPolhukam).
Penilaian dilakukan oleh KPK yang menghimpun pelaksanaan program pencegahan korupsi pada 51 kementerian/lembaga (K/L) dan 34 pemerintah provinsi dan 508 pemerintah kabupaten/kota. Penilaian didasarkan pada hasil analisis terhadap data dukung yang dikirim K/L sebagai penanggung jawab aksi dengan rentang nilai sebagai berikut: 0% jika tidak melaporkan; 25% jika melaporkan tetapi rendah nilai substansinya; 50% jika memenuhi sebagian kriteria penilaian; 75% jika memenuhi sebagian besar kriteria penilaian; dan 100% jika sempurna sesuai yang diharapkan.
Stranas PK yang dimandatkan Presiden melalui Perpres 54/2018 telah mewajibkan K/L untuk melaporkan akis-aksi pencegahan korupsi melalui sistem aplikasi monitoring jaga.id/monitoring. Sebanyak 51 K/L setiap triwulan harus mengirimkan laporan pelaksanaan aksi pencegahan korupsi yang sudah ditetapkan disertai dengan data dukung.
Laporan dan data dukung tersebut kemudian diverifikasi dan dianalisis keaslian dan nilai substansinya oleh tenaga ahli pada Sekretariat Nasional Pencegahan Korupsi yang berkantor di gedung KPK.
Di antara aksi-aksi pencegahan korupsi yang wajib dilaksanakan kementerian/lembaga adalah: (1) Peningkatan pelayanan dan kepatuhan perizinan; (2) Perbaikan tata kelola data dan kepatuhan sektor ekstraktif, kehutanan, dan perkebunan; (3) Utilisasi NIK untuk perbaikan tata kelola pemberian bantuan sosial dan subsidi; (4) Integrasi dan sinkronisasi data impor pangan strategis; (5) Penerapan manajemen anti suap; (6) Integrasi sistem perencanaan dan penganggaran berbasis elektronik
Selanjutnya (7) Peningkatan profesionalitas dan modernisasi pengadaan barang dan jasa; (8) Optimalisasi penerimaan negara; (9) Penguatan pelaksanaan reformasi birokrasi; (10) Implementasi grand design strategi pengawasan keuangan negara; (11) Perbaikan tata kelola sistem peradilan pidana. (*)