Padang, majalahintrust.com – Minggu (03/12) lalu adalah hari dimana sebuah peristiwa yang tak pernah disangka akan terjadi. Ya, Marapi, gunung berapi yang ada di daerah Kabupaten Agam dan Tanah Datar itu erupsi. Memang tidak seperti gunung berapi lain di nusantara. Dimana biasanya jika ada gunung berapi erupsi, maka akan diikuti oleh melelehnya lahar panas ke kawasan yang ada di sekitar gunung itu.
Tapi tidak di Marapi yang memiliki ketinggian 2.891 meter. Meski batuk (mungkin istilah lain dari erupsi), Marapi hanya mengeluarkan awan panas setinggi hampir 3.000m dan juga batu-batuan mulai dari sebesar kelereng sampai sebesar ember. Parahnya, pada saat Marapi erupsi di jam 14.53 itu, ada sekitar 75 orang pendaki gunung yang masih berada di sekitar puncak Marapi tersebut. Sebuah kenyataan yang mengejutkan. Karena selama ini jarang pendaki yang masih bertahan sampai menjelang sore hari.
“Sebagai pendaki gunung, kita dulunya paling lambat sekitar jam 11.00 siang sudah sampai kembali di Posko Koto Baru untuk kembali pulang,” ujar Adrian Toeswandi, seorang mantan anggota Sispala SMA 2 Padang yang kini menjadi wartawan di sebuah tabloid lokal di Padang.
Anehnya lagi tambah Adrian, selain masih bertahan sampai se sore itu, para pendaki bahkan ada yang sempat-sempatnya membuat kemah di tanah lapang di kawasan puncak itu. Terbukti pada waktu pencarian korban, bekas tenda itu masih terlihat jelas. Para pendaki juga setelah erupsi baru bereaksi untuk turun ke bawah, meski mungkin saja mereka merasakan getaran atau gemuruh sebelum Marapi erupsi.
Puncak dari semua keanehan itu adalah bahwa Marapi saat itu statusnya adalah Level II (Waspada). Itu artinya, siapa pun dilarang untuk mendekati Marapi dalam radius 3 km. Hal itu sesuai dengan rekomendasi yang diterbitkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Penetapan itu juga bukan baru saja. Tapi sudah berlangsung sejak Agustus 2011. “Sampai sekarang saya juga belum mendengar dicabutnya status level II itu,” ujar Teguh Purnomo, seorang pengamat gunung merapi.
Akibat dari semua keanehan itu tentu saja bisa diduga. Tercatat sampai pencarian korban berakhir pada hari Rabu malam (6/12), 23 orang di antara 75 pendaki itu meninggal dunia. Di antara yang meninggal, selain ada sejumlah mahasiswa Universitas Negeri Padang dan Politeknik Negeri Padang, juga tercatat dua orang anggota Polda Sumbar. Lalu, sejumlah korban hidup lainnya, juga sampai kini ada yang dalam perawatan intensif di sejumlah rumah sakit.
Lalu, akankah masalah Marapi erupsi ini akan berakhir sampai di sini? Saya pribadi sangat tidak yakin. Sebab dengan apa yang terjadi, rasanya masih sangat banyak yang menjadi pertanyaan dan bisa dipermasalahkan banyak orang. Terutama sekali tentu saja mengenai status Marapi yang level II (waspada) tapi justru para pendaki diizinkan melakukan pendakian dengan status tercatat resmi. Karena memang bagi siapa yang akan mendaki di Marapi, harus mendaftar online di gunung yang ternyata sudah menjadi Taman Wisata Alam itu.
“Harus ada yang bertanggungjawab full dibalik musibah ini. Status Gunung Marapi itu siaga II atau waspada. Ketentuannya jelas dilarang beraktifitas di 3 kilometer radius puncak gunung Marapi. Tapi kok bisa terjadi 75 orang mendaki lewat boking online yang dikelola BKSDA Sumbar,” ujar Adrian Tuswandi yang kerap disapa Toaik, sebagaimana ditulis FixSumbar.
Mardefni Zainir seorang Advocate dan dulu bekas petualang gunung juga telah membuka Posko Pengaduan dan Penegakan Hukum bagi Korban Erupsi Gunung Marapi 3 Desember 2023. “Ini kepedulian saya sebagai penyintas pecinta alam, petualang gunung atau survivor,”ujar Mardefni kepada wartawan.
Sementara Koordinator Humas dan Keprotokoleran Politeknik Negeri Padang, Yudhytia Wimeina pada Katasumbar menyebutkan mahasiswa PNP di erupsi Marapi bukan dalam kegiatan kampus. Ia menduga mereka mendaki gunung dalam kegiatan pribadi.
“Kami memahami hal tersebut, karena begitu pula cara mahasiswa kami mengisi akhir pekannya,” katanya, Rabu (6/12) malam WIB.
Di sisi lain, kampus, sebut Yudhytia mempertimbangkan langkah hukum, mengingat saat ini sejumlah advokat telah menyediakan layanan Pos Bantuan Hukum (Posbakum) untuk para korban. Namun seperti dikatakannya pihak Pimpinan kampus masih akan mempertimbangkan langkah hukum, mengingat ini adalah kegiatan pribadi.
“Harus ada pertimbangan yang matang terkait hal tersebut (langkah hukum),” imbuhnya sembari menyebutkan pihak kampus masih fokus pada korban dan keluarga korban. Serta juga pemakaian baju warna gelap untuk seluruh mahasiswa
Di bagian lain, sebagai pihak yang mengelola Taman Wisata Alam Marapi ini, Plh Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar Dian Indriati seperti ditulis Padang Ekspres mengaku siap untuk diperiksa Polda Sumbar. BKSDA Sumbar menurutnya siap memberikan keterangan terkait SOP pendakian gunung Marapi. Hal itu seiring menyusulnya reaktivasi Taman Wisata Alam Gunung Marapi sejak Juli 2023 lalu.
Reaktivasi Taman Wisata Alam Gunung Marapi itu sebagaimana pernah ditulis majalahintrust.com pada penerbitan 24 Juli 2023, dilakukan Wakil Gubernur Sumbar Audy Joinaldy. Ikut mendampingi saat itu Bupati Agam Andri Warman, Bupati Tanah Datar diwakili Assisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Direktur Produksi PT. Semen Padang Indrieffouny Indra, Kadis Pariwisata Luhur Budianda serta dari Badan SAR Nasional dan juga Wali Nagari Batu Palano dan Wali Nagari Aie Angek.
Dijelaskan Audy saat itu bahwa lewat sistem booking online ini nantinya para pendaki dapat melakukan pendakian dari tiga pintu TWA Gunung Marapi, yaitu melalui Batu Palano yang berlokasi di Kabupaten Agam, serta melaui Koto Baru dan Aia Angek yang berlokasi di Kabupaten Tanah Datar.
“Kami pemerintah daerah, mulai dari provinsi hingga nagari sangat mengapresiasi dan mendukung inovasi sistem booking online ini. Diharapkan dengan adanya sistem ini dapat mendatangkan lebih banyak wisatawan, khususnya para pendaki dan pecinta alam ke Sumatera Barat,” ujar Audy.
Mungkin karena hal itu pula membuat Dian Indriati Plh Kepala BKSDA merasa bahwa apa yang dilakukannya (membuka TWA Marapi meski dengan level II Waspada) setidaknya bukan kerja yang asal-asalan. Namun perempuan berhijab itu tetap meminta kepada semua pihak untuk tidak saling menyalahkan. “Lebih baik kita mencari solusi agar tidak ada korban lagi di masa yang akan datang,” ujarnya.
Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah saat melakukan peninjauan langsung ke Posko Erupsi Batu Palano di Kabupaten Agam pada Senin malam (4/12) mengajak seluruh masyarakat terutama yang bermukim di sekitar kawasan Gunung Marapi untuk tetap meningkatkan kewaspadaan selama menjalankan aktivitas sehari-hari, mengingat erupsi masih terus terjadi hingga saat ini.
“Kita telah berkomunikasi dengan dengan seluruh pihak terkait seperti BPBD, Basarnas, dan TNI, Polri, Dinas Kesehatan, serta Relawan agar bekerja maksimal dan dapat mengevakuasi seluruh korban sesegera mungkin,” ungkap Mahyeldi.
Terakhir, Mahyeldi juga berulangkali menghimbau agar seluruh pihak untuk tidak memposting gambar wajah para korban erupsi Gunung Marapi di media sosial. Agar tidak menambah luka hati para keluarga korban.
Terlepas dari masalah apa yang terjadi di atas, kita tentu berharap ada titik temu yang pasti soal musibah ini. Mungkin saja soal pendakian yang memang dilarang karena Marapi sudah level II. Atau juga soal kelalaian dan reaktivasi TWA Marapi yang rasanya sangat tidak tepat.
Selain itu, berbagai masalah lain yang muncul tentu juga harus dituntaskan. Misalnya santunan untuk setiap korban baik yang meninggal maupun selamat. Lalu soal asuransi bagi para korban dimana di antara bayaran masuk ke lokasi TWA Gunung Marapi juga perlu dituntaskan ada atau tidaknya.
Terakhir, apakah masalah erupsi Marapi akan bisa berujung kepada perkara, tentu tidak bisa kita simpulkan begitu saja. Kita tunggu hasil pemeriksaan yang akan dilakukan Polda Sumbar terlebih dahulu. Nofrialdi Nofi Sastera-ADV-adpsb
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.