PADANG – Pada tanggal 21 April merupakan peringatan Hari Kartini yang memiliki makna yang istimewa bagi seluruh wanita di Indoneia. Raden Ajeng Kartini merupakan pahlawan nasional wanita Tanah Air yang memperjuangkan persamaan, kebebasan, otonomi serta kesetaraan hukum yang saat itu belum menjadi hak kaum wanita pribumi pada zaman dahulu. Hal itu menjadikan makna Hari Kartini menginspirasi banyak wanita untuk terus berjuang melawan ketidakadilan dan diskriminasi.
Di Semen Padang Hospital (SPH), ada seorang wanita yang merupakan sosok Kartini dalam profesi yang dimilikinya, yakni Elektromedik. Namanya Aprila Wulandari, AMTE, wanita berusia 27 tahun yang berprofesi sebagai teknisi elektromedis di rumah sakit. Ia telah 3 tahun menjalani profesinya itu di SPH dan merupakan satu-satunya teknisi perempuan di rumah sakit itu.
Wanita yang kerap disapa Wulan ini menuturkan, profesinya tersebut cukup jarang dimiliki oleh wanita, karena masih dominan dilakoni pria yang seringkali dipikirkan ahli dalam masalah teknik. Ia mengungkapkan sebelumnya ia tidak memiliki cita-cita menjadi seorang elektromedik, namun takdir membawanya menjalani profesinya saat ini.
“Dulunya saya tidak memiliki cita-cita menjadi seorang teknisi alat-alat medik di rumah sakit, namun setelah wisuda dan masuk dunia kerja, hal itu menjadi hal yang berbeda. Saya merasa lebih tertantang melakukan hal-hal baru yang sebelumnya belum pernah saya lakukan, sampai menjadi profesi yang menghasilkan untuk saya seperti sekarang,” katanya sembari bernostalgia mengingat masa lalunya.
Wulan menyelesaikan pendidikannya di Poltekes Siteba Padang pada 2015 dengan jurusan Teknik Elektromedik. Jadi memang jurusannya saat di perguruan tinggilah yang menjadikannya sebagai satu-satunya elektromedik wanita di SPH diantara 3 pria rekan seprofesinya.
Ia menceritakan, sejak masuk kuliah, ia mencari tahu apa saja tentang elektromedik dan bagaimana rencana saya kedepannya setelah lulus. Pada saat itu, ia merasa memiliki peluang yang cukup besar untuk masuk dalam dunia kerja dengan pendidikan yang dijalaninya. Menurutnya, elektromedik tidak hanya bekerja di rumah sakit, namun di perusahaan pun bisa.
“Kenapa saya mau menjadi elektromedik? Ya karena saya merasa profesi itu dapat menjadi bagian dari masa depan saya, tidak harus menjadi persoalan karena biasanya diisi oleh pria. Jadi saya pun ingin menjadi wanita dengan profesi elektromedik,” katanya.
Ia mengungkapkan, selama menjadi seorang elektromedik wanita, ia tidak pernah mengalami pengalaman atau permasalahan di lapangan terkait gender. Ia mendapat perlakuan yang baik dan menyenangkan dari rekan-rekan seprofesinya.
Bahkan ada juga sebagian dari pria rekan seprofesinya yang bangga melihat seorang perempuan di bidang elektromedik yang masih jarang ditemui, sehingga mereka berminat memasukan adiknya di jurusan yang sama dengannya. Selain itu, ia bersyukur karena tidak menjadi satu-satunya wanita dengan profesinya saat ini.
Kemudian, ia mengatakan, memang ada berbagai suka dan duka yang dialaminya selama menjalani profesinya. Namun menurutnya, hal itu sudah jelas ada karena pria dan wanita memiliki cara berpikir, emosional dan banyak hal lainnya yang berbeda. Tapi baginya, semua hal itu kembali kepada pribadi masing-masing yang menjalaninya.
“Motivasi saya walau bekerja di lingkungan yang lebih dominan dilakukan oleh pria, yakni tidak menjadikan halangan menjadi apa yang saya mau. Selagi saling menghargai dan punya potensi, kenapa tidak?” ujarnya.
Sementara itu, dalam memaknai Hari Kartini, ia merasa bangga menjadi wanita yang memiliki profesi elektromedik. Baginya, tidak semua orang bisa menjadi seperti dirinya yang harus bisa menyesuaikan diri di lingkungan orang yang tidak begitu banyak wanita.
“Seperti yang kita ketahui, ibu kartini sendiri jika dilihat dalam sejarah, beliau lah yang berperan penting dalam mempelopori kesetaraan pria dan wanita di Indonesia. Jadi walaupun bekerja dengan gender lebih dominan pria, saya akan berusaha tetap melakukan yang terbaik selagi bisa,” terangnya.
Selain itu, ia juga memberi pesan kepada wanita atau kartini lainnya yang ada di tempat lain agar tak perlu merasa takut untuk mencoba hal baru terutama untuk mendapatkan pendidikan atau profesi yang dominan dengan pria. Pria atau wanita, berhak untuk mendapatkan berbagai hal yang diinginkan untuk menjadi masa depannya.
“Untuk seluruh srikandi di seluruh Indonesia, jangan takut akan perbedaan yang menjadi momok untuk kalian di masa depan. Karena masa depan sendiri itu ada di tangan kalian, bukan di tangan orang lain. Jika profesi dan tempat lingkungan kalian bekerja mungkin lebih dominan pria, ingatlah bahwa saling menghargai itu penting. Dengan begitu orang lain pun juga menghargai kalian walaupun berbeda gender,” tuturnya.(*)