Padang, Intrust – Tim Pengendali Inflasi Pusat dan Daerah kembali melakukan rapat koordinasi guna menekan laju kenaikan harga bahan pokok di berbagai daerah. Dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian didampingi Direktur Statistik BPS Windhiarso Ponco Adi, rapat dihadiri seluruh gubernur, bupati dan walikota dari seluruh Indonesia secara virtual.
Disampaikan Tito, tingkat inflasi nasional di Bulan Oktober 2022 berada di angka 5,71 persen. Turun 0,11 persen terhadap inflasi pada Bulan September 2022 lalu. Meski belum signifikan, penurunan ini menurut Tito memperlihatkan bahwa kontribusi dan kerja keras seluruh pemerintah daerah sudah mulai menunjukan hasil.
“Ini menyangkut perut rakyat, dan mampu mentriger instabilitas keamanan. Oleh karena itu, kontribusi dan kolaborasi Pemda bersama harus terus dilanjutkan untuk menjaga harga barang dan jasa tetap terkendali,” ujar Tito tegas.
Berdasarkan indikator perkembangan harga pada minggu pertama November, Windhiarso Ponco Adi memaparkan, andil inflasi terbesar masih disumbangkan oleh sektor transportasi sebagai dampak dari kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu.
Sementara pelemahan inflasi disebabkan oleh deflasi pada sektor makanan, minuman dan tembakau. Kelompok ini mencatatkan inflasi -0,97 persen dengan andil sebesar -0,25 persen terhadap angka inflasi nasional.
“Berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, bahan pokok makanan mampu menahan laju inflasi pada akhir tahun,” ujarnya.
Sementara itu di Sumatera Barat, Gubernur Sumbar Buya Mahyeldi menyampaikan, bahwa inflasi terkoreksi 0,59 persen ke angka 7,87 persen pada Bulan Oktober. Meski mengalami penurunan, angka yang relatif masih cukup tinggi ini menurut Buya disebabkan metode sampling yang dilakukan.
“Inflasi di Sumatera Barat merupakan gabungan dari dua kota saja, yaitu Padang dan Bukittinggi. Dua kota ini memang termasuk tertinggi. Tapi di Kabupaten Tanah Datar inflasi kita adalah salah satu yang terendah di Indonesia” ungkap Buya Mahyeldi.
Adapun faktor penyebab inflasi terbesar diterangkan Buya, salah satunya berasal kenaikan biaya distribusi beras dan Ikan tongkol akibat kenaikan harga bbm. Sementara penurunan inflasi disebabkan oleh turunnya harga cabai merah, hijau dan rawit, serta telur dan ayam ras.
Menurut Buya, produksi beras di Sumatera Barat sebetulnya mengalami surplus. Namun tingginya permintaan dari provinsi tetangga seperti Riau dan Kepri menjadi penyebab kenaikan harga.
“Petani kita cukup tersenyum sebetulnya, karena harga beras cukup tinggi dan mampu menyuplai kebutuhan beras di Provinsi Riau dan provinsi tetangga lainnya,” kata Buya lagi.
Meski begitu, Buya menjelaskan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat terus melakukan upaya-upaya penekanan laju inflasi. Di antaranya dengan bazar pasar murah di berbagai daerah, gerakan ketahanan dan ternak di desa dan nagari, menjaga kelancaran distribusi pangan, serta menjaga stok pangan daerah, khususnya beras. ns-ps-mc
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.