Tersiar kabar bahwa Kepala Daerah (eksekutif) Padang Pariaman mengusulkan revisi Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Padang Pariaman pada DPRD (legislatif) dengan isu perubahan, Bupati Drs Ali Mukhni meminta dalam revisi tersebut memasukan pembangunan tarok city dalam RTRW, kembali merobah/menghilangkan pembangunan pelabuhan tiram yang ternyata gagal, memasukan pembangunan jalan tol didaerah kawasan pertanian, memasukkan RTRW pembangunan kawasan tambak udang dan lainnya.
Penulis mendengar kabar tersebut mencoba memastikan kebenarannya melalui sahabat sesama kader PKS yang juga salah satu Pimpinan DPRD Padang Pariaman Risdianto ST. Beliau mengatakan bahwa usulan revisi Perda RTRW itu benar. Kata beliau Bupati ngotot agar secepatnya dibahas dan dilakukan perubahan Perda RTRW tersebut tampa ada naskah akdemisnya.
Ternyata isu yang meresahkan ditengah masyarakat tentang perubahan Perda RTRW untuk kedua kalinya dalam rentang waktu 2012 sampai 2020 itu memang ada terjadi.
Sepengetahuan Penulis revisi Perda tersebut hanya dibolehkan setelah 5 tahun. Sedangkan untuk revisi Perda tersebut dalam kurun waktu kurang 10 tahun sudah dilakukan 2kali revisi dengan hari ini. Pertanyaan apakah sah secara undang-undang dilakukan revisi?. Barang tentu tidak boleh.
Tapi Penulis tidak tertarik membahas masalah rentang waktu perubahan Perda karena kurang elegan dan ilmiah membahasnya. Penulis lebih tertarik membahas tentang kegagalan pelaksanaan hasil revisi Perda RTRW yang kedua 2015 tentang pembangunan pelabuhan tiram dikawasan Kecamatan Batang Anai, Nagari Katapiang yang sekarang pembangunan gagal total alias tidak bisa dibangun, karena memang tidak ada naskah akademis yang mengatakan disana layak untuk pelabuhan.
Namun karena pelabuhan sudah dibangun, dana pembebasan lahan pelabuhan sudah dikucurkan dari propinsi,maka dipaksakan untuk direvisi RTRW tersebut. Pertanyaan pada akhirnya apakah Kepala Daerah dan Anggota Dewan yang membahas perubahan revisi Perda RTRW yang menetapkan pelabuhan tiram tersebut tidak merasa bersalah atau tidak merasa prihatin dengan kegagalan pelabuhan tiram tersebut yang notabene gagal, karena tidak mengkaji pembanguan melibatkan tanaga ahli dari akademisi. Puluhan milyar dana ditelan laut tiram.
Pelabuhan tiram merupakan monumen kegagalan rezim Kepala Daerah 2015-2020, dizaman Penulis anggota dewan pernah menolak pelabuhan tiram itu dibangun karena Laporan Hasil Kajian Studi Akademis Pembangunan yang Kami anggarkan tidak kami terima sampai berakhir masa jabatan. Dan Kami menolak perubahan RTRW pada waktu itu. Tahu-tahu Anggota Dewan periode berikutnya (2014-2019) ternyata membahas dan menyetujuinya dan aturan RTRW dirobah.
Pelajaran kegagalan dari pelabuhan tiram tidak satu-satunya prasasti/monumen kegagalan pembangunan yang ada di Padang Pariaman. Ada beberapa pembangunan yang sudah menghabiskan dana puluhan milyar yang dicampakan, tidak diurus, tidak dipelihara, tidak lanjutkan dan dibiarkan begitu saja tampa dipedulikan atau tampan ada rasa sikap bertanggung jawab di Pemda Padang Pariaman.
Seharusnnya setiap generasi kepemimpinan sesuai dengan nilai undang-undang tentang Pemerintahan Daerah harus ada kesinambanungan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat yang tidak terjadi monumen-monumen fisik kegagalan.
Daerah Padang Pariaman sebentar lagi akan berakhir masa jabatan pasangan Ali Mukhni-Suhatri Bur. Namun tidak nampak berkesinambungannya pembangunan sesuai dengan cita-cita bersama masyarakat Padang Pariaman disaat terjadinya pemekaran dengan kondisi sekarang.
Diingatkan lagi untuk semua yaitu ambil contoh generasi kepemimpinan almarhum Drs. Muslim Kasim Dt Bandaro Basa dengan Drs. Ali Mukhni tidak ada berkesinambungan, kebijakan lain adalah kawasan rest area (waterbom anai) dirubah menjadi pabrik cacau/coklat. Tah jadi atau tidak sekarang.
Yang lagi pro-kontra perubahan kawasan kebun penyanggah air dirubah menjadi kota (Tarok city) dengan tidak melanjutkan pembangunan Kota Mandiri Ibu Kota Parit Malintang sesuai dengan RTRW dan RPJM Kabupaten Padang Pariaman yang ini mutlak dilakukan.
Situasi tersebut memberikan kesan ada mata rantai perjalanan cita-cita bersama dari masyarakat Padang Pariaman yang akhirnya terputus. Selaku masyarakat Padang Pariaman melihat situasi ini merupakan diantara kriteria-kriteria kegagalan yang jadi perhatian serius untuk menatap Padang Pariaman kedepan.
Sembilan kawasan strategis di antaranya Kawasan Makam Syekh Burhanudin, Rest Area Malibo Anai, Central Business District (CBD), Kawasan Embarkasi haji, kawasan Gerbang Bandara, Kota Mandiri dan Terminal Regional, Kawasan pertanin unggulan wilayah utara. Semuanya telah dirumuskan dan direaliasikan melalui pemikiran yang berat dengan menghabiskan energi besar pemerintah daerah, serta mengelontorkan dana yang banyak. Ternyata dalam perjalanan generasi kepemimpinan Padang Pariaman terlihat tidak dijalankan dengan berkesinambungan.
Sekarang ketidak singkronan atau tidak adanya keberlanjutan tersebut akan diperparah dengan dilakukan perubahan Perda RTRW lagi. Penulis sangat prihatin pembangunan Padang Pariaman tidak berkelanjutan tersebut, yang berakibat masing-masing rezim berkuasa ada prasasti atau monumen kegagalan pembangunan ditinggalkan. Pembangunan gagal entah siapa akan bertangung jawab dikemudian hari baik didunia maupun diakhirat.
Menurut Penulis monumen kegagalan tersebut sangat banyak dan bisa dilihat dengan mata telanjang tampa memakai indikator statistik seperti Pelabuhan Tiram, Water Boom, Jalan lingkar lubuk pandan ke Jalan Malalak dengan bundaran tugu coklat yang saat ini sudah mulai roboh. Kawasan Kota mandiri Parit Malintang, pemanfaatan rencana Kantor LKAAM di Sungai Limau dan banyak lagi pembangunan lain yang jadi monumen kegagalan pembangunan Padang Pariaman.
Dengan begitu memprihatinkannya pembangunan Padang Pariaman yang seperti tambal sulam maka Penulis selaku putra Piaman mengajak semua warga Piaman yang ada dikabupaten, yang ada diperantawan agar sama-sama mengingatkan Pemda Padang Pariaman baik esekutif dan legislatif yang berkuasa jangan melakukan kerusakan di Padang Pariaman dengan dalih pembangunan, dan jangan melakukan perubahan regulasi aturan tanpa kajian ahli-ahli yang tepat[*].
Penulis : Bagindo Yohannes Wempi
Tokoh Masyarakat Padang Pariaman
Mantan Anggota DPRD Padang Pariaman