Solok, majalahintrust.com – Bertempat di Balai Adat Kubuang Tigo Baleh, lebih kurang sebanyak seratusan orang Ninik Mamak dan Bundo Kanduang, berasal dari tiga luak, pelbagai nagari, rantau, bahkan hingga luar propinsi Sumatera Barat, berdatangan menuju Balai Adat Nan Panjang, Kubuang XIII, Selayo, Solok, pada hari Ahad, Minggu, 11 Januari 2025.
Kehadiran para Ninik Mamak ini tentulah tak sekedar memenuhi undangan dari ninik mamak setempat, dan tuan rumah Al Mansuri Rajo Batuah, Erick Dt Pandeka Alam, dan Bundo Yetna Sriyanti. Juga merupakan hasil dari pembicaraan dan diskusi sebelumnya, melalui group Whatsapp, Forum Musyawarah Adat Minangkabau.
Kok manyauak yo sahabih gauang, maresek yo sahabihnyo pulo. Sadanciang bak basi, saciok bak ayam,” merupakan bentuk kesepakatan atas komitmen awal, bahwa diskusi-dikusi dan pembicaraan lisan saja taklah cukup dalam menyelesaikan persoalan demi persoalan yang sekarang sedang terjadi di alam ranah minang.
Dalam kata pengantarnya Bundo Yetna Sriyanti sebagai Bundo Kanduang dari kaum Dt. Bandaro Kayo, panghulu Nagari Salayo, menyebutkan, bagaimana hak ulayat kaum semakin terancam akibat peraturan pertanahan yang membuat para pemilik, utamanya kaum perempuan, semakin tergerus.
“Banyak persoalan ulayat dan sengketa tanah tak bisa selesai akibat campur tangan pihak-pihak yang tak ada hubungannya dengan kaum maupun Limbago Adat,” tambah Yetna.
Selain membahas persoalan ulayat, salah satu dari topik yang paling menonjol dalam pertemuan tersebut adalah, pengangkatan beberapa pejabat nagari yang kadang malah tak memahami kondisi dan keadaan di nagarinya sendiri. Sehingga bukannya bisa membantu menjernihkan jika ada masalah, malah sebaliknya.
Karena itu, diperlukan kembali mengulang kaji apa yang sudah menjadi aturan dan tatanan dalam adat Minang, yang selama ini secara perlahan mulai diabaikan.
Dr Yulizal Yunus MSi Dt. Rajo Bagindo, seorang peneliti sejarah Minangkabau dan pengajar pada UIN Imam Bonjol, yang turut hadir bersama budayawan Minangkabau, Viveri Yudi, St Berbanso atau lebih dikenal dengan Mak Kari, memberi apresiasi setingginya atas pertemuan tersebut.
Ia berharap, sebagai gerakan moral Minangkabau, kegiatan ini selalu ada dan bisa dilaksanakan secara kontinu. ” Dengan demikian, generasi sekarang yang nantinya mendapatkan catatan atau kabar tentang pertemuan ini, menjadi semakin mengenal lagi Minangkabau dari yang ruang yang sesungguhnya,” tambah Viveri Yudi atau Mak Kari.
Ditambahkan oleh Dr Yulizal Yunus, dengan berkumpulnya para Ninik Mamak dan Cadiak Pandai hari ini di Kubuang TigoBaleh, merupakan tonggak sejarah, dalam catatan Minangkabau.
Apalagi pertemuan ini kemudian melahirkan kesepakatan bahwa, semua persoalan dan tanggung jawab adalah kembali menjadi kewajiban bagi para Ninik Mamak. Kedaulatan pada kaum dan Nagarinya masing-masing. Jangan lagi diserahkan kepada pihak lain, agar tak memunculkan lahirnya persoalan yang baru malah, sebaliknya.
Kemajuan tekhnologi informasi dan banjirnya pelbagai macam informasi tentang banyak hal tentang Minangkabau, selain menjadi peluang, juga sekaligus tantangan bagi kita semua, orang Minang. Namun patut juga dipilah, bahwa tak semua informasi tersebut benar.
Maka peranan para ninik mamak dan tungku tigo sajarangan yang menjadi tuntunan, sudah tak bisa ditawar lagi.
YeKa
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.