Bandung – Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan Kementerian PUPR, seperti jalan dan jembatan, bendungan, irigasi, rumah susun, rumah khusus, air minum, persampahan, pos lintas batas negara memerlukan dukungan ahli hukum.
Tujuannua agar pembangunan infrastruktur menjadi lebih berkualitas, sehingga mampu mendukung pertumbuhan ekonomi dan terwujudnya pemerataan hasil-hasil pembangunan.
“Memang hukum menyangkut semua sendi kehidupan, tetapi dalam pembangunanan infrastruktur terdapat lima hal yang perlu difokuskan oleh para ahli hukum, yakni meliputi Tata Kelola, Hukum Kontrak, Pengadaan Barang dan Jasa, Penyelesaian Sengketa (dispute), dan Kegagalan Konstruksi,” kata Basuki saat memberikan keynote speech pada acara Mubes Ikatan Alumni dan Reuni Akbar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Sabtu (1/2/2020).
Menurut Basuki, peran ahli hukum sangat penting dalam memberikan pendampingan intensif mulai dari perencanaan pembangunan, pelaksanaan hingga pengawasan.
“Sangat diperlukan legal opinion
dari ahli hukum untuk memberikan penjelasan terkait hukum kontrak, misalnya kontrak lumpsum, harga satuan, dan desain and build. Penandatanganan kontrak jasa konstruksi yang kompleks dilakukan setelah memperoleh pendapat ahli kontrak konstruksi.” tutur Basuki.
Pembangunan yang berkualitas juga ditentukan oleh akuntabilitas, tata kelola produk hukum yang baik serta efektifitas aturan yang menjadi payung hukum. Dalam menjalankan tugas mengelola infrastruktur, Kementerian PUPR telah dipayungi berbagai peraturan perundangan seperti Undang-undang Jalan, Perumahan dan Kawasan Permukiman, Sumber Daya Air, Bangunan
Gedung, Rumah Susun, Jasa Konstruksi, Arsitek dan UU Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Dukungan ahli hukum juga diperlukan dalam mewujudkan pengadaan barang dan jasa yang transparan dan fair. Dalam hal ini dibutuhkan perencanaan dan proses yang baik untuk memperoleh hasil yang terbaik.
Menurut Basuki, kesalahan berulang dalam Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) diantaranya adanya multitafsir terhadap peraturan PBJ, perbedaan standar dokumen, dan kegamangan Kelompok Kerja dalam penerapan aturan dalam proses PBJ.
“Saya kira perlu juga komunikasi antara ahli hukum dengan praktisi seperti kami di Kementerian PUPR. Kami akan selalu mendudukkan diri sebagai user yang patuh kepada fatwa para ahlinya,” tutur Menteri Basuki.
Terkait sengketa pekerjaan konstruksi, juga diperlukan upaya penyelesaian melalui meditasi, konsiliasi, dan arbitrasi atau melalui jalur hukum.
Kemudian dukungan ahli hukum dalam penyelesaian terkait kegagalan konstruksi. Ahli hukum dapat berkoordinasi
dengan tim penilai ahli untuk pencegahan dan penanganan kecelakaan konstruksi.
Dalam pembangunan infrastruktur, Kementerian PUPR didampingi oleh Komisi-Komisi seperti Komisi Kemanan Bendungan(KKB), Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ), Komisi Keamanan Bangunan Gedung (KKBG) yang bertugas menyiapkan, mengawasi hingga melakukan evaluasi mulai dari tahap pra konstruksi, pelaksanaan hingga konstruksi tersebut selesai.
“Seluruh desain konstruksi harus diapprove dan disertifikasi oleh komisi ini. Kalau dalam proses konstruksi terjadi kecelakaan maka ada Komite Keselamatan Konstruksi (K3) yang menangani terlebih dahulu dan memberikan rekomendasi. Tetapi kalau dalam pemanfaatan terjadi kegagalan bangunan maka dilakukan oleh para penilai ahli,” kata Basuki.
Hadir pada kesempatan tersebut, Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid, Auditor Utama Kementerian PUPR Rildo Ananda Anwar, Kepala Biro Komunikasi Publik Endra S. Atmawidjaja, Direktur Rumah Susun M Hidayat, Kepala Balai Permukiman Prasarana Wilayah (BPPW) Jawa Barat Feriqo Asya Yogananta, Kepala Satuan Kerja Pengembangan Perumahan Direktorat Rusun Bisma Staniarto (*).