Dhia Marsahibatullah
Prodi Manajemen
Universitas Baiturahmah
Integritas merupakan sikap yang harus dimiliki setiap orang. Integritas merupakan sikap dimana seseorang tersebut mampu bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya serta mampu berkata jujur, dapat di percaya, bersikap transparan dan terbuka. Menurut Henry Cloud, ketika berbicara mengenai integritas, maka tidak akan terlepas dari upaya untuk menjadi orang yang utuh dan terpadu di setiap bagian diri yang berlainan, yang bekerja dengan baik dan menjalankan fungsinya sesuai dengan apa yang telah dirancang sebelumnya.
Integritas sangat terkait dengan keutuhan dan keefektifan seseorang sebagai insan manusia.
Sikap berintegritas ini harus dimiliki oleh setiap orang, karena kita sebagai manusia tidak tau apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Bisa jadi kita menjadi kepala desa, kepala daerah, walikota bahkan di posisi yang sangat tinggi.
Maka dari itu kita harus memiliki sikap berintegritas ini, karena setiap pemimpin itu harus memiliki sikap integritas agar bisa menjadi pemimpin yang amanah dan dapat merubah kesejahteraan rakyatnya.
Jika semua pemimpin , aparatur sipil dan warga negara mampu mengimplementasikan dan menerapkan sikap integritas ini dengan baik dan benar, maka tindak pidana korupsi di indonesia pun akan berkurang. Karena integritas mengajarkan kita bagaimana bersikap jujur,bertanggung jawab, dapat dipercaya,bersikap transparan dan terbuka dan tidak melakukan hal hal tercela seperti korupsi.
Salah satu faktor penyebab korupsi adalah faktor internal, yang merupakan faktor pendorong korupsi dari dalam diri pelaku yang dapat diidentifikasi dari aspek perilaku individu dan sifat tamak/rakus manusia.
Korupsi bisa terjadi pada orang yang tamak/rakus, karena walaupun sudah berkecukupan, tapi masih juga merasa kurang dan mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri. Korupsi berkaitan dengan perbuatan yang merugikan kepentingan umum (publik) atau masyarakat luas untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu (Syarbaini, 2011 dalam (Adwirman, et al., 2014) ).
Selanjutnya moral yang kurang kuat. Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahannya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu. Moral yang kurang kuat salah satu penyebabnya adalah lemahnya pembelajaran agama dan etika.
Lalu faktor penghasilan yang kurang mencukupi. Penghasilan seorang pegawai selayaknya memenuhi kebutuhan hidup yang wajar. Apabila hal itu tidak terjadi, seseorang akan berusaha memenuhinya dengan berbagai cara. Akan tetapi, apabila segala upaya yang dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam ini akan mendorong tindak korupsi, baik korupsi waktu, tenaga, maupun pikiran. Menurut teori GONE dari Jack Boulogne, korupsi disebabkan oleh salah satu faktor atau lebih dari: keserakahan, kesempatan, kebutuhan, dan kelemahan hukum. Karena adanya tuntutan kebutuhan yang tidak seimbang dengan penghasilan, akhirnya pegawai yang bersangkutan dengan keserakahannya akan melakukan korupsi.
Lain pada itu, juga faktor kebutuhan hidup yang mendesak. Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas, di antaranya dengan melakukan korupsi. Kehilangan pekerjaan dapat menyebabkan seseorang terdesak dalam segi ekonomi. Orang bisa mencuri atau menipu untuk mendapatkan uang. Di samping itu, untuk mencukupi kebutuhan keluarga orang mungkin juga mencari pekerjaan dengan jalan yang tidak baik. Untuk mencari pekerjaan orang menyuap karena tidak ada jalan lain untuk mendapatkan pekerjaan kalau tidak menyuap, sementara tindakan menyuap justru malah mengembangkan kultur korupsi (Wattimena, 2012).
Lebih parahnya karena faktor gaya hidup yang konsumtif. Kehidupan di kota-kota besar sering mendorong gaya hidup seseorang konsumtif atau hedonis. Perilaku konsumtif apabila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan mendorong seseorang untuk melakukan berbagai tindakan guna memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.
Lanjutnada faktor malas atau tidak mau bekerja. Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat atau malas bekerja. Sifat semacam ini berpotensi melakukan tindakan apapun dengan cara-cara mudah dan cepat atau jalan pintas, di antaranya melakukan korupsi.
Yang banyak dialami adalah karena faktor ajaran agama yang kurang diterapkan. Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius, yang tentu melarang tindak korupsi dalam bentuk apa pun. Agama apa pun melarang tindakan korupsi seperti agama Islam yang juga mengecam praktik korupsi. Istilah riswah terdapat dalam Islam yang bermakna suap, lalu di Malaysia diadopsi menjadi rasuah yang bermakna lebih luas menjadi korupsi.
Kemudian Faktor Eksternal penyebab korupsi adalah aspek organisasi disebabkan karena manajemen yang kurang baik sehingga memberikan peluang untuk melakukan korupsi, kultur organisasi yang kurang baik serta kurangnya transparansi pengelolaan keuangan.
Menurut penulis, sikap masyarakat juga menyebabkan suburnya tindakan korupsi karena nilai nilai yang salah dianut selama ini. Seperti masyarakat sering kali menganggap bahwa pejabat harus kaya, oleh karena itu pejabat harus mendapat uang. Masyarakat tidak menyadari bahwa yang dilakukannya juga termasuk korupsi, karena kerugian yang ditimbulkan tidak secara langsung. Dampak korupsi tidak kelihatan secara langsung, sehingga masyarakat tidak merasakan kerugian. Masyarakat memandang wajar hal-hal umum yang menyangkut kepentingannya. Misalnya, menyuap untuk mendapatkan pekerjaan atau menyuap untuk bisa kuliah. Istilah yang digunakan dikaburkan, bukan menyuap, tetapi ucapan “terima kasih”, karena sesuai dengan adat ketimuran.
Menurut penelitian yang di lakukan ( Simarmata, 2021) menyebutkan, peran mahasiswa dalam masyarakat secara garis besar dapat digolongkan menjadi peran sebagai kontrol sosial dan peran sebagai pembaharu yang diharapkan mampu melakukan pembaharuan terhadap sistem yang ada. Salah satu contoh yang paling fenomenal adalah peristiwa turunnya orde baru dimana sebelumnya di dahului oleh adanya aksi mahasiswa yang masif di seluruh Indonesia.
Sebagai kontrol sosial, mahasiswa dapat melakukan peran preventif terhadap korupsi dengan membantu masyarakat dalam mewujudkan ketentuan dan peraturan yang adil dan berpihak pada rakyat banyak, sekaligus mengkritisi peraturan yang tidak adil dan tidak berpihak pada masyarakat.
Kontrol terhadap kebijakan pemerintah tersebut perlu dilakukan karena banyak sekali peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang hanya berpihak pada golongan tertentu saja dan tidak berpihak pada kepentingan masyarakat banyak. Kontrol tersebut bisa berupa tekanan berupa demonstrasi ataupun dialog dengan pemerintah maupun pihak legislatif.
Mahasiswa juga dapat melakukan peran edukatif dengan memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat baik pada saat melakukan kuliah kerja lapangan atau kesempatan yang lain mengenai masalah korupsi dan mendorong masyarakat berani melaporkan adanya korupsi yang ditemuinya pada pihak yang berwenang.
Selain itu, mahasiswa juga dapat melakukan strategi investigatif dengan melakukan pendampingan kepada masyarakat, dalam upaya penegakan hukum terhadap pelaku korupsi, serta melakukan tekanan kepada aparat penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Tekanan tersebut bisa berupa demonstrasi ataupun pembentukan opini public. (***)
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.