PLTA Rasak Bungo Dibangun Sejak 1908, Masih Beroperasi dan Orisinalitas Tetap Terjaga
PLTA Tertua di Indonesia
PLTA Rasak Bungo ini didirikan Belanda pada 1908 dan beroperasi pada tahun 1909. PLTA Rasak Bungo menjadi salah satu fasilitas penting dalam mendukung kelahiran pabrik PT Semen Padang yang dulu bernama dulu bernama NV Padang Portland Cement Maatschappij (PPCM), pada 1910.
Padang – Upaya PT Semen Padang melalui Tim Inovasi STORE 1908 agar Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Rasak Bungo agar tetap beroperasional, terus dilakukan tiada henti. Aset perusahaan yang dibangun sejak 1908 menjadikannya PLTA tertua di Indonesia.
Di tengah kemajuan teknologi saat ini, tim inovasi dari Unit Heat Recovery Power Generation (WHRPG) & Utilitas PT Semen Padang itu, terus berupaya untuk mempertahankan orisinalitas peralatan PLTA yang sudah berusia 113 tahun.
Baru baru ini, komponen PLTA Rasak Bungo, CB Sinkron 3kV Siemens Schuckert yang dipasang sejak Tahun Operasi 1908 mengalami kerusakan. Akibatnya PLTA menjadi berhenti beroperasi.
Kepala Unit WHRPG & Utilitas PT Semen Padang Erick Reza Alandri mengatakan, kerusakan komponen itu berdampak kepada produksi energi listrik PLTA Rasak Bunga menjadi 0 kWH, karena kualitas material CB Sinkron 3kV yang rusak itu memiliki nilai hambatan jenis tinggi (Rho) yaitu 0,08.
Selain itu, tim STORE1908 juga menemukan CB Sinkron 3kV tidak mengontak secara sempurna saat posisi closed, dengan nilai tahanan kontak >100 Nanoohm (nΩ).
Karena permasalahan tersebut, tim inovasi kemudian memodifikasi material CB Trafo Accessories PLTD 1 yang tidak terpakai untuk dimanfaatkan di PLTA Rasak Bungo.
“Guna memperbaiki kerusakan alat tersebut sekaligus memanfaatkan ajang Semen Padang Improvement Event (SPIE), tim STORE 1908 menjadikan PLTA Rasak Bungo sebagai objek inovasi dengan judul “Melakukan Restorasi untuk mempertahankan Orisinilitas CB Sinkron 3kV Siemens Schuckert Tahun Operasi 1908 dengan Memodifikasi Material ex-CB Trafo Acc di PLTA Rasak Bungo”,”kata Erick.
Judul inovasi itu dikemukan pada ajang SPIE, karena dari hasil inveksi ke PLTA Rasak Bungo, ditemukan kerusakan di CB yang merupakan komponen busbar dan kukuh yang menjadi media kontak untuk mengalirnya arus listrik dari generator menuju line transmisi udara 3kV,.
“Jadi, modifikasi dari CB di PLTD 1 itulah yang menjadi salah satu potensi benefit, karena kalau CB dibeli baru, harganya mencapai lebih dari Rp299 juta. Belum lagi waktu pengadaannya yang mencapai lebih kurang 10 bulan lamanya. Sedangkan untuk modivikasi CB bekas yang tidak terpakai di PLTD I itu, hanya membutuhkan waktu 1 minggu lamanya,” kata Erick.
Kata dia, jika dilakukan pengadaan pembelian CB baru, tentu orisinalitas dari PLTA Rasak Bungo menjadi berkurang, karena CB baru itu berbeda dengan CB yang terpasang. “CB baru itu bentuknya beda dan CB lama itu gak ada lagi yang jual atau diproduksi,” katanya.
Bagi tim STORE1908, inovasi terhadap komponen yang ada di PLTA Rasak Bungo dengan melakukan restorasi untuk mempertahankan orisinalitas peralatan yang sudah berumur 113 tahun, tentunya begitu membanggakan sekali. Apalagi setelah CB Sinkron 3kV tersebut dimodifikasi, kinerja PLTA Rasak Bungo semakin meningkat dari sebelumnya.
Sementara itu Kepala Unit Humas & Kesekretariatan PT Semen Padang Nur Anita Rahmawati membeberkan sejarah PLTA Rasak Bungo. Ia berujar bahwa PLTA Rasak Bungo ini didirikan Belanda pada 1908 dan beroperasi pada tahun 1909. PLTA Rasak Bungo menjadi salah satu fasilitas penting dalam mendukung kelahiran pabrik PT Semen Padang yang dulu bernama dulu bernama NV Padang Portland Cement Maatschappij (PPCM), pada 1910.
PLTA Rasak Bungo merupakan tertua di Indonesia, lebih tua dari PLTA Tonsealama di Minahasa yang dibangun 1912 dan mulai dioperasikan tahun 1923. Sedangkan PLTA Rasak Bungo, usianya mengalahkan usia Semen Padang sudah 111 tahun.
Sebelum pabrik pertama di Indonesia dan Asia Tenggara itu didirikan, Belanda lebih dulu membangun PLTA Rasak Bungo yang sumber energinya untuk mendirikan pabrik, sekaligus untuk operasional pabrik Indarung I PT Semen Padang ketika itu.
PLTA Rasak Bungo dibangun di atas tanah seluas lebih kurang 1 Hektare. PLTA ini memiliki dua turbin dengan total listrik yang dihasilkan setiap harinya, mencapai 700 KW. Sejak dibangun, hingga sekarang, turbinnya belum pernah diganti. Pada turbin itu, terdapat bahasa Belanda yang tertulis ‘Amme, glesecke & konegen. A.G. Braungschweig.
Bangunan penunjang PLTA Rasak Bungo terdiri dari ruang operator, gudang, ruang turbin seluas lebih kurang 12×15 meter persegi, dan ruang Buspar yang merupakan tempat alat pemutus dan penghubung arus atau yang disebut dengan MCB (Miniature Circuit Breaker).
Saat ini dijelaskan Anita, energi yang dihasilkan PLTA Rasak Bungo untuk menerangi rumah dinas karyawan dan juga untuk menunjang program CSR perusahaan di bidang effisiensi energi berbasis pemberdayaan, seperti menerangi fasilitas umum yang ada di Indarung dan Batu Gadang, seperti masjid, musala, pos pemuda dan lain sebagainya. (*)