Padang – Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar Yosmeri menilai, perkembangan tambak udang di daerah pesisir Sumatera Barat cukup pesat. Hingga 2020, jumlah tambak di Sumbar terdata 625 petak dengan luas total sekitar 135 hektare menghasilkan total produksi dua ribu ton per tahun.
Tambak yang berada di Padang, Padang Pariaman, Pesisir Selatan dan Agam diusahakan oleh 61 orang pengusaha, bukan petambak tradisional.
“Jenis tambak di Sumbar adalah tambak intensif. Beda tambak itu dengan tambak tradisional adalah jumlah benur per M2. Tambak tradisional jumlah benur di bawah 100 ekor per M2 sementara tambak insentif di atas 100 benur per M2,” katanya
Tambak di Sumbar kata Yosmeri juga sudah menerapkan teknologi percepatan pertumbuhan, diantaranya menggunakan kincir dan pakan yang intensif. Data terakhir sudah ada beberapa kabupaten/kota yang telah merevisi Perda RTRW untuk mengakomodasi tambak.
Daerah itu diantaranya Pesisir Selatan, Padang, dan Padang Pariaman. Sementara Kota Pariaman, Kabupaten Agam, Pasaman Barat dan Kepulauan Mentawai masih belum melakukan revisi, tetapi dalam Perda yang lama itu ada peruntukan untuk perikanan.
Saat ini potensi lahan yang bisa dimanfaatkan sekitar 7.700 hektare tetapi bisa bertambah seiring ketertarikan investasi bidang tambak yang terus meningkat dan adanya upaya mengubah peruntukan kebun sawit menjadi tambak.
“Belajar dari tambak udang di Lampung, ada potensi pendapatan bagi pemerintah daerah dari restribusi tambak tersebut. Di Lampung restribusi yang ditetapkan dengan Perda berkisar antara Rp3 juta per hektare per tahun,”terangnya.
Yosmeri mengakui persoalan lain yang dihadapi pada tembak udang di Sumbar adalah lokasi yang berada di sempadan pantai. Namun ada pula persoalan karena Perda tentang penetapan sempadan itu masih belum ada. Padahal berdasarkan Perpres 51 tahun 2016, sempadan pantai ditetapkan dengan Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota. Ia mengusulkan untuk sementara pemerintah mengambil sikap untuk melakukan moratorium tambak baru yang melanggar aturan.
Kemudian mendorong pengusaha tambak untuk mengurus izin dengan syarat harus ada IPAL. Ke depan, pembuatan tambak harus sesuai dengan kajian daya dukung dan daya tampung di satu wilayah yang diakomodasi melalui Perda RTRW. (*)