Padang, majalahintrust.com – Rumah Ada Seni (RAS), sebuah komunitas seni rupa dari Padang, Sumatera Barat, berpartisipasi dalam pameran seni bertaraf internasional, Indonesia – Malaysia – Thailand Growth Triangle (IMT-GT) 2024. Acara yang digelar Balai Seni Negara, Kuala Lumpur ini berlangsung dari 4 Juli 2024 hingga 1 Desember 2024 dengan mengusung tema “Rantau”.
Pameran “Rantau: IMT-GT” adalah ungkapan artistik seniman visual Indonesia, Malaysia, dan Thailand yang dibentuk pada tahun 1993 oleh Presiden Soeharto, Perdana Menteri Tun Dr. Mahathir Mohamad, dan Perdana Menteri Chuan Leekpai. Pameran ini mencerminkan pemikiran dan perasaan tentang alam, hubungan keluarga, perjuangan hidup, kisah masa lalu, dan kelangsungan hidup.
Konsep “Rantau”, atau migrasi, dieksplorasi sebagai aspek fundamental dari keberadaan manusia, yang mencerminkan adaptabilitas dan kelangsungan hidup kita di berbagai kondisi. Manusia bermigrasi tidak hanya untuk peningkatan pribadi, tapi juga untuk memperkaya dinamika sosial, ekonomi, dan budaya di tujuan mereka.
Ketua Rumah Ada Seni, Yusuf Fadly Aser, menjelaskan bahwa karya “Garobak Galeri” yang diikutsertakan dalam pameran “Rantau: IMT-GT” menghadirkan konsep galeri berjalan; berbeda dengan umumnya galeri seni rupa yang berada dalam ruang statis. Karya ini memadukan elemen-elemen seni rupa dengan latar budaya Minangkabau, melalui bentuk dan fungsi garobak, alat transportasi tradisional dari Sumatera Barat. Menurut Aser, “Garobak Galeri” berusaha untuk menyampaikan narasi tentang tradisi perantauan dan perdagangan yang kuat dalam kebudayaan Minangkabau.
Garobak, sebagai simbol alat transportasi tradisional yang terbuat dari kayu dan digerakkan oleh manusia, merupakan bagian integral dari kehidupan masyarakat Minangkabau. Alat ini biasa digunakan untuk mengangkut barang dagangan, yang sejalan dengan tradisi dagang masyarakat Minangkabau. Tak hanya alat niaga, garobak juga menjadi representasi perjalanan fisik dan simbolis dalam mencari penghidupan di tanah rantau. Inilah yang menjadi inti dari konsep “Garobak Galeri”. Karya ini merepresentasikan perjalanan perantauan masyarakat Minangkabau, baik secara fisik maupun spiritual, yang dirangkum dalam galeri seni berjalan.
Melalui karya yang disajikan dalam “Garobak Galeri”, para seniman RAS menggambarkan proses merantau sebagai bagian penting dari perjalanan hidup masyarakat Minangkabau. Setiap elemen dalam karya ini menceritakan kisah yang berbeda tentang pengalaman dan refleksi perantauan.
“Garobak Galeri” tidak hanya menjadi sebuah medium untuk menampilkan karya-karya seni, tetapi juga wadah kolaboratif yang melibatkan sepuluh seniman dari berbagai latar belakang. Para seniman tersebut adalah Yusuf Fadly Aser, Erlangga, Pedri Wandi Putra Tiara, Rizky Dwi Eka Putra, Sandi Prayogi, Arif Rahman, Teguh Eko Saputra, Taufik Hidayat, Angga Deja Kurnia, dan Ivan Harley.
Salah satu karya yang dipamerkan dalam “Garobak Galeri” adalah “Rantau Lapau” hasil kolaborasi antara Yusuf Fadly Aser dan Erlangga. Karya ini menggambarkan lapau, tempat berkumpul khas masyarakat Minang, sebagai simbol dari perjalanan dan interaksi sosial yang terjadi dalam kehidupan perantauan. Sementara itu, Pedri Wandi Putra Tiara mempersembahkan karya berjudul “Contribute” yang mengeksplorasi gagasan kontribusi dalam kehidupan perantauan.
Rizky Dwi Eka Putra, melalui karyanya yang berjudul “Lautan Sati Rantau Batuah” menceritakan tantangan dan keberuntungan yang dialami oleh para perantau saat menghadapi dunia yang baru. Karya lainnya, seperti “Garik” oleh Sandi Prayogi, “Siasat” oleh Arif Rahman, serta “Voice of Peace” oleh Teguh Eko Saputra, menampilkan keberagaman perspektif mengenai makna perantauan.
Seniman lain, Taufik Hidayat, menampilkan karya berjudul “Media Panyambuang Rantau jo Nagari” yang menyoroti hubungan antara perantauan dengan tanah asal. Angga Deja Kurnia dengan karyanya “Baka” memperlihatkan bagaimana tradisi tetap berkelanjutan di tengah arus modernisasi. Ivan Harley, di sisi lain, mempersembahkan sebuah performance art berjudul “Cemooh Dipakai Baru, Kain Dipakai Usang” yang mengeksplorasi kritik sosial dan dinamika identitas perantauan.
Sebagai sebuah galeri alternatif, “Garobak Galeri” menawarkan pengalaman unik bagi para penikmat seni. Galeri ini bergerak dari satu tempat ke tempat lain, mengusung semangat mobilitas dan fleksibilitas yang sejalan dengan konsep perantauan. Di dalam dan di sekitar garobak ini, karya-karya seni rupa dipajang secara dinamis, menciptakan interaksi antara ruang, benda, dan penonton.
“Garobak Galeri” adalah alternatif bahwa seni rupa tidak harus selalu terkurung dalam ruang galeri yang statis. Sebagai karya seni kolektif, “Garobak Galeri” pun tidak hanya mewakili seniman yang terlibat, tetapi juga masyarakat Minangkabau serta perjalanan panjang mereka dalam merantau.
Sebelum dipamerkan dalam pameran “Rantau: IMT-GT”, “Garobak Galeri” juga pernah diikutsertakan dalam pameran “Alua jo Patuik” yang diselenggarakan oleh Tambo Art Center di Padang Panjang pada 22 November – 8 Desember 2022. Keterliban RAS dalam pameran “Rantau: IMT-GT” tidak terlepas dari rekomendasi yang diberikan oleh Bayu Genia Khrisbie, kurator in-house Galeri Nasional Indonesia, setelah sebelumnya RAS juga pernah terlibat dalam Pameran Nusantara Tera (in) Cognita di Galeri Nasional pada 2021. Kala itu, RAS memamerkan karya berjudul “Batas Area”.
Aser menambahkan, “Keterlibatan RAS dalam pameran “Rantau: IMT-GT” sedikit banyaknya berpengaruh terhadap bagaimana proses kerja kekaryaan yang akan dilakukan RAS ke depan. Kami melihat bahwa kerja-kerja kolaborasi ini membuka peluang untuk ekplorasi lebih lanjut. Selain itu, komunitas sebagai ruang terjadinya kolaborasi bisa memberikan bisa memperkuat aspek kekaryaan dari masing-masing kolaborator. Begitu pun sebaliknya, kolaborator dengan segala keunikan dan spesifikasi kekaryaannya masing-masing juga memberikan kekuatan terhadap karya dibuat bersama ini.”
“Kerja kolaborasi yang saling mengisi ini yang nantinya akan senantiasa diusahakan,” tutup Aser. r-ns
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.