Tommy Winata Dalam Pusaran Konflik Panas Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City
Oleh Ir Reri L Tanjung MM
Pimpinan Umum Majalah Intrust
Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City di Kepulauan Riau mulai digembar gemborkan. Proyek tersebut sudah 18 tahun lalu direncanakan oleh Tommy Winata selaku Owner PT Makmur Elok Graha. Namun karena Ia diperiksa Mabes Polri pada tahun itu, maka realisasinya tertunda.
Selain itu juga pada saat itu, terkendala status lahan dan Peraturan Daerah (Perda) kota Batam terkait Kawasan Wisata Terpadu Eklusif (KWTE).
Barulah di akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, Rempang Eco City bakal terealisasi. Hal ini ditandai dengan keluarnya Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 yang disahkan tanggal 28 Agustus 2023 lalu di Jakarta.
Sebelumnya pada April 2023, BP Batam baru memberikan restu kepada PT MEG untuk mengelola lahan di Pulau Rempang sebanyak 17 ribu hektar. Dikutip dari liputan6.com, investasinya mencapai Rp 381 Triliun hingga 2080 mendatang.
BP Batam pun diberikan deadline hingga akhir September untuk merelokasi belasan ribu warga di pulau tersebut, agar dikosongkan.
Alhasil, Konflik di Pulau Rempang pun tak terelakkan. Warga setempat menentang keras rencana pembangunan tersebut. Karena mereka semua direlokasi keluar dari sana. Mereka tak ingin sejengkal pun tanah diberikan ke BP Batam untuk dikelola. Apalagi sudah turun temurun sejak nenek moyang, mereka tinggal disana.
Penulis menilai, perencanaan Rempang Eco City tidak tersosialisasi dengan baik kepada masyarakat. BP Batam baru memberikan lampu hijau pada April kepada PT MEG, kemudian akhir Agustus Permenko Perekonomian keluar. Tentunya waktu sosialisasi kepada masyarakat sangatlah singkat.
Penulis juga mengira, masyarakat pun juga belum tahu bagaimana sistem kerjasama antara PT Makmur Elok Graha (MEG) Dengan BP Batam dalam pengelolaan Pulau Rempang. Apakah sudah ada kajian-kajian mendalam dari orang yang berkompeten dan seperti apa hasilnya dan bagaimana publikasinya.
Penulis pun juga bertanya-tanya, bagaimanakah sistem pengelolaan tanah seluas 17 ribu hektar yang saat ini dihuni 7500 penduduk dari berbagai suku lokal tersebut. Berapa lama PT MEG memperoleh HGB pengelolaan tanah tersebut ? 30 tahun kah? 50 tahun kah ? 100 tahun kah? Atau diberikan pengelolaan penuh tanpa batas waktu? Atau bagaimana sistem nya?
Jika hal ini terealisasi, seharusnya BP Batam dan PT MEG menggandeng masyarakat setempat untuk bersama-sama menjalankan Rempang Eco City. Bukan malah merelokasi mereka ke tempat lain.
Tentunya penulis dan semua kita berharap Pulau Rempang tidak seperti Pantai Indah Kapuk (PIK) yang hanya dihuni oleh kaum elit, kaum berduit dan pegusaha tajir melintir saja. Kaum berkantong tipis pun terasa minder main – main kesana.
Harapan pemulis juga bagaimana masyarakat jelata dari pelosok negeri dapat menikmati Rempang Eco City tersebut. Berikan juga spot-spot untuk UMKM agar mendapat peran disana. Jangan sampai masyarakat setempat menjadi tamu di daerah mereka sendiri, atau bahkan gigit jari melihat hegemoni kemajuan Rempang Eco City.
Selain itu juga penulis berharap, janganlah ada pula rencana membuat rumah judi disana. Karena tidak sesuai dengan kultur Negara indonesia khususnya kultur budaya Melayu Riau Kepulauan. (***)
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.