Jakarta – Sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah cincin api dan juga negara seismik aktif, Indonesia secara konstan menghadapi risiko bencana alam baik berupa gempa, letusan gunung api, dan bencana banjir.
Oleh karena itu, dalam membangun infrastruktur di berbagai lokasi di tanah air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) selalu memperhatikan aspek tangguh bencana dengan memanfaatkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Penegasan itu disampaikan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono saat menjadi narasumber Rapat Koordinasi dan Pembangunan Nasional (Rakorbangnas) BMKG, Kamis (29/7/2021).
“Pemanfaatan data BMKG penting diperhatikan dalam seluruh tahapan pembangunan infrastruktur mulai dari perencanaan, tahap konstruksi hingga operasi dan pemeliharaan guna pencegahan dan mitigasi risiko bencana yang berdampak pada infrastruktur tersebut,” kata Menteri Basuki.
Dalam konteks pencegahan risiko bencana, Menteri Basuki mengatakan pemanfaatan data meteorologi atau prediksi cuaca digunakan sebagai dasar Kementerian PUPR dalam merespons risiko bencana hidrometeorologi. Salah satu contohnya dengan membangun Bendungan Ciawi dan Sukamahi di Jawa Barat yang memiliki fungsi utama sebagai pengendali banjir kawasan Metropolitan Jakarta.
“Penggunaan data prakiraan cuaca yang akurat juga sebagai pertimbangan waktu kerja yang efektif (windows time) dalam pembangunan maupun operasional,” ujar Basuki.
Selanjutnya dalam konteks kesiapsiagaan bencana, Kementerian PUPR juga memanfaatkan data meteorologi yang diproduksi dalam peta model untuk prediksi banjir. Informasi akan dirangkum mulai tahapan pemodelan prediksi curah hujan, pengumpulan data curah hujan, pemodelan debit berdasarkan curah hujan yang menghasilkan peta curah hujan dan peta genangan yang selanjutnya diteruskan kepada Balai-Balai Kementerian PUPR di berbagai daerah.
“Pada masa musim hujan, kita juga harus mengetahui dulu prediksi hujan ke depan, sehingga kita tidak hanya melakukan walking true untuk mengecek tanggul-tanggul, tetapi juga pintu air dan pompa-pompa banjir yang harus kita siapkan,” tutur Menteri Basuki.
Kementerian PUPR memanfaatkan aplikasi Sistem Manajemen Air Terpadu (SIMADU) untuk memproses laporan prediksi cuaca yang selanjutnya ditindaklanjuti oleh Pos Siaga Banjir terintegrasi dengan BMKG untuk melakukan penanganan.
Selain itu juga aplikasi Sistem Informasi Bendungan dan Waduk (SINBAD) untuk memantau keamanan dan operasi bendungan dan waduk dengan menampilkan data tinggi muka air (TMA) dan volume bendungan beserta kondisinya secara real time dalam rangka antisipasi terjadinya kondisi bendungan yang tidak normal. Aplikasi SINBAD akan memanfaatkan data klimatologi dari BMKG.
Lebih lanjut, Basuki menyampaikan penggunaan data geofisika (data risiko gempa) dari BMKG juga diperlukan sebagai dasar perencanaan dalam pembangunan gedung, jembatan maupun bendungan. Salah satu contoh dalam pembangunan Jembatan Youtefa yang memperhatikan potensi gempa di wilayah Papua.
“Bahkan di dalam pembangunan Jembatan Youtefa, pada saat pembangunan kami sangat memperhatikan kemungkinan gempa yang sering terjadi di Papua menentukan desain dan pelaksanaannya. Ini ciri khas Youtefa, kita buat jembatan di Surabaya, kemudian mengangkut jembatan yang sudah jadi ke Papua. Proses pengiriman dipandu betul oleh data klimatologi,” kata Basuki.
Menurutnya, semua data BMKG dibutuhkan untuk memastikan keamanan infrastruktur melalui berbagai upaya meminimalkan dampak dari bencana. Diharapkan dengan memperhatikan data BMKG, infrastruktur yang dibangun Kementerian PUPR tidak hanya berdampak pada aspek sosial dan ekonomi, tetapi juga memberikan kenyamanan dan keamanan bagi masyarakat serta berkelanjutan. (*)