Jakarta – Kayu banyak dimanfaatkan sebagai bahan untuk mendirikan bangunan.
Akan tetapi, penggunaan kayu secara besar-besaran berpotensi untuk mengurangi area hijau hingga penggundulan hutan.
Namun ada pilihan lain yang tidak kalah dengan material kayu, yaitu bambu. Material ini ramah lingkungan karena untuk menumbuhkan bambu, hanya perlu waktu sekitar 3-5 tahun.
Tak hanya itu, bambu juga dapat tumbuh di berbagai kondisi lahan. Oleh karena itu, produksinya menjadi lebih murah. Struktur bambu pun tidak kalah kuat dibandingkan kayu.
Sejatinya, bambu sudah lama dilirik sebagai salah satu alternatif dalam dunia arsitektur.
Tak hanya digunakan sebagai material utama dalam mendirikan bangunan, bahan lokal ini juga mulai menjadi salah satu elemen dalam desain interior.
Salah satu upaya untuk memanfaatkan material ini dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman (Puskim) Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan mengembangkan bambu laminasi.
Saat ini Bambu Laminasi telah diaplikasikan sebagai struktur rumah tradisional di Desa Penglipuran, Kabupaten Bangli, Bali.
Di samping untuk kebutuhan konstruksi bangunan, bambu laminasi juga dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan tangan, daun pintu dinding tempel, parket lantai, meubel, dan gazebo.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mendorong para peneliti yang bertugas di Balitbang Kementerian PUPR untuk menghasilkan produk riset yang dapat diterapkan dalam mendukung kebijakan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur di Indonesia.
Bambu Laminasi merupakan material bambu yang mengalami pemrosesan sehingga bentuk dan ketahanannya dapat menyerupai kayu untuk dijadikan alternatif bahan bangunan.
Bahan ini dapat diaplikasikan pada hampir seluruh komponen bangunan tradisional, kecuali penutup atap.
Adapun cara pembuatannya adalah dengan cara membelah bambu menjadi lembaran-lembaran tipis.
Bambu kemudian diawetkan dengan borac-boric atau boron sehingga kandungannya berubah dan tidak disukai rayap.
Selanjutnya material tersebut dikeringkan agar tidak dapat membusuk. Setelah itu, lembaran bambu direkatkan dengan lem Urea Formaldehyde untuk kebutuhan interior dan Polymer Isocyanate untuk kebutuhan eksterior, dan di-press dengan mesin menjadi balok, papan, atau partisi beragam ukuran sesuai dengan kebutuhan.
Basuki menjelaskan, pengembangan Bambu Laminasi oleh Balitbang PUPR diharapkan mampu mengatasi kelangkaan pemenuhan kayu sebagai bahan bangunan.
Terlebih, bambu merupakan bahan bangunan yang lebih ramah lingkungan karena sekali ditanam dapat dipanen berkali-kali tanpa harus menghilangkan seluruh tegakan rumpunnya.(*)