Sumatera Barat Berdasarkan RTRW tahun 2004-2019 memiliki Luas perairan laut mencapai ± 186.500 Km2. Panjang garis pantai Provinsi Sumatera Barat adalah ± 2.420. Km, yang meliputi 6 (enam) Kabupaten dan kota
Perincian panjang pantai sebagai berikut : Pasaman Barat = 143 Km, Agam = 38 Km, Padang Pariaman = 62 Km, Padang = 99 Km, Pesisir Selatan = 278. Km, dan Kepulauan Mentawai = 1.798.Km.
Namun demikian, luasnya garis pantai di Sumbar saat ini kurang menguntungkan. Sebab abrasi pantai telah memasuki level cukup membahayakan. Selain kerugian materil yang ditanggung akibat robohnya tempat bermukim, juga telah mengancam keselamatan masyarakat.
Seperti diketahui, abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipacu oleh terganggunya keseimbangan alam di daerah pantai tersebut. Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, tetapi manusia sering disebut sebagai penyebab utama abrasi.
Titik abrasi di Ranah Minang ini paling parah terjadi di empat kabupaten kota, yakni Pesisir Selatan daerah terparah, Kabupaten Padang Pariaman daerah kedua terparah, Kabupaten Agam ketiga, serta Kota Padang keempat. Kendati boleh dikatakan lebih separo panjang pantai ini terkikis oleh bencana alam itu.
Seperti di Pantai Ulakan misalnya, abrasi menyebabkan kerusakan pada 24 rumah dan memaksa lebih kurang 90 orang untuk mengungsi ke tempat lain. Sebagian besar memilih menumpang di rumah kerabat atau keluarga yang posisinya jauh dari bibir pantai.
Semantara di Pantai Pasir Baru Sungai Limau, abrasi membuat 4 rumah warga dan 15 pondok nelayan rusak. Bahkan Pemerintah Nagari Pasir Baru menyebutkan, abrasi mengancam 200 bangunan lainnya yang berada 20 meter dari garis bila tak ada langkah penyelamatan oleh pemerintah.
Warga Korong Pasir Baru, Nagari Pilubang, Kecamatan Sungai Limau Kabupaten Padang Pariaman, bergotong royong secara swadaya memasang karung geotekstil berisi pasir guna menahan abrasi pantai di daerah itu.
Salah seorang warga Musri Eka Putra mengatakan upaya yang dilakukan warga ini memang hanya bisa menahan sementara, namun diharapkan bisa mengatasi abrasi sebelum bantuan pemerintah secara permanen tiba.
Dipilihnya karung jenis geotekstil, lanjutnya karena sebelumnya pihaknya juga telah memasang bahan yang sama, dan itu merupakan bantuan dari Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) V.
“Hingga sekarang karung itu masih bertahan, tidak seperti karung biasa yang mudah lapuk,” ujarnya.
Sementara warga di Pantai Muara Kandis yang terletak di Kecamatan Linggo Sari Baganti Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), yang menjadi korban abrasi pantai telah diungsikan Pemkab Pessel. Sebanyak 25 kepala keluarga mendapat bantuan rumah layak dari Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR.
“Setelah abrasi pantai merusak 25 unit permukiman warga di Muara Kandis pada pertengahan 2018, saya langsung mengajukan bantuan ke pusat dan Alhamdulillah diakomodasi 50 unit,”ucap Bupati Pessel Hendra Joni.
Sisa dari 50 unit rumah sebanyak 25 unit lagi kata Bupati Hendra Joni, akan diserahkan kepada nelayan setempat yang berekonomi lemah.
Untuk Kota Padang sendiri, abrasi mengancam wilayah sekitar Pantai Padang dan Pantai Pasir Jambak. Baru-baru ini, fasilitas mesjid megah yang baru selesai dibangun terkena dampak abrasi. Bahkan pondasi Monumen Merpati Perdamaian yang diresmikan Presiden Joko Widodo juga tak luput dari terjangan abrasi.
Asisten Ekonomi Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat Kota Padang, Herman Peri dalam keterangannya mengatakan, solusinya harus ada penahan ombak berupa seawall atau ground T. Menurutnya, hal itu bukan saja karena mengancam bangunan masjid tetapi guna menghambat laju abrasi di sepanjang Pantai Padang. Sebab, Pantai Padang di sebelah utara, Muaro Lasak dan Pantai Cimpago juga sangat riskan digerus abrasi.
“Kita coba berkoordinasi dan mengajukan pembangunan penahan ombak ke Kementerian PUPR melalu melalui BWS Sumatera V. Kita berharap, permintaan pembangunan itu (penahan ombak) bisa dikabulkan dan disegerakan tahun ini,”tukasnya.
Haryani dosen Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Bung Hatta menyampaikan, telah terjadi bencana abrasi dan akresi di 32 titik yang tersebar di 6 Kabupaten dan Kota, yaitu Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Agam, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Pariaman, Kota Padang dan Kabupaten Padang Pariaman. .
Ia merinci terjadi bencana abrasi di pesisir Provinsi Sumatera Barat seluas 732.69 Ha dan akresi seluas 55,4 Ha. Hal ini membuktikan bahwa bencana abrasi menyebabkan berkurangnya daratan di Provinsi Sumatera Barat yang cukup besar yaitu rata-rata 56,3 Ha/tahun, sedangkan penambahan daratan hanya 4,26 Ha/tahun.
“Bencana abrasi terjauh terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan yaitu sejauh 45,70 m atau rata-rata 3,52 m/tahun. Sedangkan akresi terjauh terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan yaitu sejauh 36,91 m atau rata-rata 2,84 m/tahun,” Ucap Haryani.
Makalah yang dibuat Haryani terkait bencana abrasi berjudul Kajian Bencana Abrasi Pantai dan Akresi Provinsi Sumatera Barat Periode 2003-2016 pernah juga dipaparkan pada kegiatan Prosiding PIT ke 5 Riset Kebencanaan IABI Universitas Andalas pada 2-4 Mei 2018 lalu.
Dalam abstrak makalah tersebut, Haryani juga menyampaikan, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik bencana abrasi dan akresi disepanjang pesisir Provinsi Sumatera Barat periode tahun 2003 sampai dengan tahun 2016.
Penelitian ini bersifat penelitian deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan metode analisis Teknik Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk mendapatkan karakteristik bencana abrasi dan akresi di wilayah pesisir Sumatera Barat.
Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera V Maryadi Utama ST.M.Si mengatakan, pengamanan pantai menjadi prioritas pembangunan saat ini guna menjawab kekhawatiran masyarakat yang terdampak abrasi, agar tidak menimbulkan kerugian lebih besar nantinya.
Dikatakan Maryadi, ada sekitar enam paket pekerjaan fisik terkait abrasi yang telah dianggarkan oleh BWS Sumatera V. Demi meredam keganasan yang ditimbulkan oleh abrasi pantai tahun 2019.
Keenam paket tersebut adalah pembangunan pengaman pantai Muara Kandis Pessel dengan anggaran Rp 9,6 miliar, Pembangunan pengaman pantai Ampiang Parak Pessel dengan anggaran Rp 4,7 miliar, Pembangunan Pengaman Pantai Kota Pariaman sebesar Rp 3,3 miliar.
Lalu pemeliharaan berkala breakwall sea wall dan pengaman pantai lainnya di Kambang Rp 2 miliar, pemeliaraan berkala breakwall sea wall dan pengaman pantai di Kota Padang dengan dana Rp 5,7 miliar, serta pemeliaraan berkala breakwall sea wall dan pengaman pantai Naras Pariaman sebesar Rp 1,8 miliar.
“Jika kita review kebelakang, mungkin sudah banyak juga upaya yang telah kita lakukan menahan abrasi pantai ini dengan menggelontorkan dana yang tidak sedikit. Kedepan akan kita upayakan terus penanganan abrasi ini,” Ungkapnya.
Ia berharap pengaman Pantai ini dapat menahan Laju Erosi Abrasi Pantai yang menghantam permukiman penduduk dan mengancam fasilitas yang dimiliki pemerintah. Semoga dengan adanya pembangunan pengaman Pantai ini dapat bermanfaat sangat besar bagi masyarakat.(ridho)