Padang – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan, potensi fenomena La Nina mengakibatkan peningkatan curah hujan sebesar 30% – 40% di beberapa wilayah di Indonesia dengan puncak musim penghujan jatuh pada bulan Januari 2021.
Untuk itu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Ditjen SDA), telah menyiapkan upaya fisik dan non fisik sebagai antisipasi terhadap potensi bencana banjir pada musim hujan 2020-2021.
Upaya fisik di antaranya dengan terus menambah jumlah tampungan air seperti bendungan, memperbaiki dan mengembalikan fungsi sungai, dan membangun sarana prasarana pengendali banjir. Sementara upaya non fisik salah satunya mendorong masyarakat dan Pemerintah Daerah untuk menambah tabungan air melalui gerakan “Kembalikan Air ke Bumi.”
“Banjir bukan hanya disebabkan oleh curah hujan yang tinggi, tetapi juga karena kurangnya daerah resapan air. Untuk itu Kementerian PUPR menggaungkan gerakan “Kembalikan Air ke Bumi” kepada masyarakat dan Pemerintah Daerah untuk menambah daerah resapan air (catchment area), mengurangi koefisien aliran permukaan (runoff) ke sungai,” ujar Direktur Jenderal Sumber Daya Air Jarot Widyoko dalam webinar membahas banjir di Kabupaten 50 Kota beserta solusinya, Rabu (14/10).
Dikatakan Jarot, salah satu bentuk kontribusi masyarakat yang dapat mengurangi risiko banjir adalah dengan membuat sumur resapan atau kolam-kolam kecil untuk menampung air hujan seperti biopori.
Gerakan “Kembalikan Air ke Bumi” merupakan upaya untuk untuk menambah tabungan air di dalam tanah. Peningkatan jumlah penduduk yang diikuti dengan pembangunan permukiman, termasuk pertumbuhan kawasan industri telah mengubah catchment area yang mengakibatkan perubahan run off. Tadinya hujan turun dan meresap ke dalam bumi, akibat perubahan guna lahan, akhirnya air masuk ke saluran/selokan dan ke sungai, sehingga menambah kapasitas air sungai.
“Kapasitas sungai tetap, namun volume airnya yang terus bertambah karena area resapan yang semakin sedikit. Terdapat 7.000 sungai di Indonesia yang ditangani oleh Kementerian PUPR. Sementara bendungan yang ada masih belum dapat menampung/menahan air pada saat musim hujan,” kata Jarot.
Selain upaya non fisik, Kementerian PUPR juga akan terus mengoptimalkan infrastruktur Sumber Daya Air seperti bendungan. Saat ini jumlah bendungan di Indonesia sebanyak 242 bendungan dengan total tampungan sebesar 7,2 miliar m3. Tampungan dari bendungan tersebut telah terisi sekitar 2,8 miliar m3 atau menyisakan volume tampungan sebesar 4,4 miliar m3.
Pada TA 2020, Kementerian PUPR juga telah memprogramkan pembangunan infrastruktur pengendalian banjir dengan total anggaran sebesar Rp 4,5 trilliun. Anggaran tersebut di antaranya digunakan untuk normalisasi sungai sebesar Rp.2,9 triliun, pemeliharaan sungai sebesar Rp 500 miliar, perbaikan drainase sebesar Rp 100 miliar, perkuatan tebing sungai sebesar Rp 600 miliar, pembangunan kolam retensi sebesar Rp 200 miliar, dan perencanaan teknis sebesar Rp 200 miliar.
Disamping sarana dan prasarana, juga disiapkan peralatan kesiap-siagaan bencana banjir berupa sandbag 327.963 buah, geobag 15.902 buah, kawat bronjong 65.274 buah, sebanyak 102 unit dump truck, 13 unit mobil pick up, 13 unit truck trailer, 138 unit excavator, 49 unit amphibious excavator, 51 unit mobile pump, 60 unit perahu karet, dan 18 unit mesin outboard.
“Semua peralatan di balai se Indonesia sudah dilakukan pendataan. Jika terjadi bencana, alat tersebut bisa dikerahkan untuk membantu penanganan bencana,”tutupnya.
Ikut hadir dalam webinar tersebut Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera V Dian Kamila, Ketua HATHI Sumbar Maryadi Utama yang juga Kepala BWS Bali Penida, Kepala Dinas PSDA Sumbar Rifda Suryani, Wakil Direktur I PNP Revalin Hedianto, serta peserta lainnya. (ridho)