Menancapkan Hegemoni Gerindra Pada Pemilu 2024, Ditengah Krisis Kepercayaan Kepada Pemerintahan Jokowi
Oleh Hendra Satria
Partai Gerindra merupakan partai yang sudah malang melintang dalam blantika perpolitikan Indonesia. Hingga saat ini cukup mendapatkan tempat di hati masyarakat. Sepak terjang partai berlambang kepala Garuda memang tidak diragukan lagi. Sejarah Partai Gerindra berawal dari keprihatinan para tokoh pendiri Partai Gerindra atas jerat kemiskinan yang dialami rakyat Indonesia akibat permainan orang-orang yang tidak peduli atas kesejahteraan.
Secara historis nama Gerindra diciptakan oleh Hashim Djojohadikusumo. Sedangkan lambang kepala burung garuda diusulkan oleh Prabowo Subianto. Pendirian Partai Gerindra terbilang mendesak karena dideklarasikan berdekatan dengan waktu pendaftaran dan masa kampanye pemilihan umum, yaitu 6 Februari 2008.
Deklarasi Partai Gerindra pada tanggal tersebut menyuarakan visi, misi, dan manifesto perjuangan partai Gerindra yakni terwujudnya tatanan masyarakat Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, demokratis, adil, dan makmur serta beradab dan berketuhanan berlandaskan Pancasila sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan UUD NKRI Tahun 1945.
Secara bombardir, pendiri dan kader Partai Gerindra di seluruh Indonesia terus menyuarakan manifesto perjuangan partai. Perjuangan tersebut tak sia-sia, puncaknya berbuah manis pada Pemilu Serentak tahun 2019 dengan tingginya kepercayaan publik Tanah Air kepada partai yang dipimpin oleh sosok Prabowo Subianto
Apalagi dengan Provinsi Sumatera Barat, masyarakat begitu percaya dengan Jenderal TNI Angkatan Darat tersebut. Terbukti, pada dua edisi Pilpres, Prabowo begitu di elu-elukan. Hasilnya pada Pilpres 2014 kala Prabowo berpasangan dengan Hatta Rajasa, kemenangan mutlak diraih dengan meraup 74 persen total pemilih. Pada Pilpres 2019 malah lebih melejit lagi, Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Sandiaga Uno menang diangka 84 persen.
Prabowo Effect membuat Partai Gerindra mencapai puncak hegemoninya dengan mayoritas meraup suara terbanyak untuk Pemilihan Legislatif DPR RI, DPRD Sumbar, serta DPRD pada 19 Kabupaten Kota pada tahun 2019.
Berdasarkan statistik yang dihimpun, Pemilihan DPR RI dikuasai Partai Gerindra dengan meraup total 560.835 ribu suara dengan menempatkan tiga kader terbaik di Gedung Parlemen Senayan Jakarta, yakni Andre Rosiade, Syuir Syam dan Ade Rizki Pratama.
Pemilihan legislatif untuk DPRD Sumbar juga mencatatkan hasil gemilang. Dari 8 dapil yang terbagi untuk wilayah Ranah Minang, Partai Gerindra menempatkan 14 kader militannya sekaligus mengantarkan Supardi untuk bertahta di singgasana Ketua DPRD Sumbar. Hasil ini mengalahkan kompetitor terdekatnya Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat dengan meraih masing-masing 10 kursi dan Partai Golkar 8 kursi saja.
Untuk Pemilihan Legislatif DPRD Kabupaten Kota se Sumbar pun juga tak kalah mentereng. Dari 19 daerah yang melaksanakan Pileg, partai Gerindra memperoleh suara terbanyak pada 11 kabupaten kota, yang notabene menempatkan kadernya sebagai Ketua DPRD. Kota Padang terbanyak mengutus kadernya di DPRD Padang dengan jumlah 11 kursi menempatkan Syafrial Kani sebagai Ketua DPRD Padang.
Terbanyak kedua Kabupaten Agam dengan jumlah 9 kursi, menempatkan Novi Irwan pada pucuk pimpinan Ketua DPRD setempat. Kabupaten Pasaman Barat mendapat kursi terbanyak ketiga dengan memperoleh 7 kursi, dimana Ketua DPRD saat ini dijabat Erianto. Berturut-turut Kabupaten Padang Pariaman meraih 7 kursi juga dengan kader terbaik Arwinsyah sebagai Ketua DPRD, lalu Kabupaten 50 Kota meraih 6 kursi dengan mengutus kader Deni Asra sebagai Ketua DPRD.
Seterusnya Kabupaten Solok juga meraih 6 kursi,dimana Dodi Hendra ditempatkan sebagai Ketua Parlemen di daerah yang identik sebagai penghasil beras terbesar di Sumbar dan Kabupaten Tanah Datar juga memperoleh 6 kursi menempatkan Roni Mulyadi sebagai ketua dewan.. Kabupaten Pasaman meraih 5 kursi dengan menempatkan Bustomi sebagai Ketua DPRD, Sementara Kota Bukitinggi juga memperoleh 5 kursi dengan mengutus Beny Yusrial. Kemudian Kabupaten Sijunjung memperoleh 4 kursi sekaligus menempatkan Bambang Surya Irwan sebagai Ketua DPRD. Terakhir Kota Pariaman meraih 3 kursi mengutus Fitri Nora yang merupakan srikadi partai duduk sebagai Ketua DPRD.
Pada 3 kabupaten kota, Partai Gerindra meraih suara terbanyak kedua. Ke empat daerah dimaksud adalah Kabupaten Pesisir Selatan memperoleh 5 kursi, Kota Payakumbuh 4 kursi, Kota Padang Panjang mempreoleh 3 kursi. Peraih suara terbanyak ketiga Partai Gerindra berada di Kabupaten Solok Selatan memperoleh 4 kursi.
Selebihnya pada 4 kabupaten kota, Partai Gerindra gagal menempatkan kader sebagai pimpinan dewan. Ke empat daerah itu adalah Kota Solok memperoleh 2 kursi, Kota Sawahlunto meraup 1 kursi, Kabupaten Dharmasraya mendulang 3 kursi, dan Kabupaten Mentawai memboyong 2 kursi.
Di tangan Andre Rosiade, pada pemilihan serentak Kepala Daerah se Sumatera Barat tahun 2020 yang digelar 12 kabupaten/kota, Partai Gerindra menempatkan 4 orang kader terbaik. Keempatnya adalah Rusma Yul Anwar menjabat Bupati Pesisir Selatan, Herman Safar menjabat Walikota Bukittinggi, Richi Aprian menjabat Wakil Bupati Tanah Datar dadn Jon Firman Pandu menjabat Wakil Bupati Solok.
Namun demikian, masuknya Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno dalam gerbong pemerintahan Joko Widodo – Ma”ruf Amin, membuat masyarakat di Nagari Tuah Sakato cukup skeptis dengan Partai Gerindra. Apalagi mayoritas warga Sumbar tidak suka dengan kepemimpinan Joko Widodo sejak Pilpres 2014. Apapun yang dilakukan orang nomor satu Tanah Air itu, selalu salah di mata masyarakat.
Menurut Dosen Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Jakarta Jamaludin Ghofur SH,MH, sebagian besar rakyat tidak lagi memandang penting kampanye. Bahkan pemilu itu sendiri dianggap tidak lebih dari sekedar rutinitas lima tahunan belaka, yang belum pasti akan memberikan dampak langsung terhadap perbaikan kehidupan mereka
Janji kampanye para kontestan pemilu seolah olah hanya menjadi pemanis bibir semata untuk mengelabui rakyat agar tertarik memilih dirinya. Padahal dari semula janji tersebut (mungkin) telah direncanakan untuk tidak dipenuhi. Maka tidak heran bila sebagian rakyat menganggap janji politik sangat identik dengan kebohongan. Pemilu di mata rakyat tidak lebih dari sekadar sebuah ajang untuk memberikan janji – janji untuk diingkari.
Menurut Pengamat Politik Universitas Andalas Andri Rusta, seorang wakil rakyat tentu harus mampu mendengarkan apa yang diminta oleh masyarakatnya, karena dengan begitulah hakikat perwakilan politik tersebut. Disinilah dibutuhkan seni berpolitik Anggota DPR menyikapi permintaan masyarakat secara arif dan bijaksana.
Kata Andri Rusta, perlunya wakil rakyat yang berani memperjuangkan aspirasi seperti ini adalah sebuah kebutuhan di tengah kekuatan politik yang terpolarisasi. Apalagi dalam konteks hubungan pusat-daerah yang semakin sentralistis. Posisi daerah yang cukup lemah ketika berhadapan dengan pemerintah pusat mengharuskan dibentuknya koalisi kekuasaan di tingkat pusat.
Dari dua pendapat pengamat diatas, maka seluruh kader Partai Gerindra harus membuktikan bahwa janji kampanye yang telah mereka programkan saat Pemilu 2019 lampau harus ditepati. Masih ada waktu bagi kader yang dipercaya masyarakat duduk di kursi parlemen maupun sebagai eksekutif, untuk merealisasikan hal tersebut. Jangan masyarakat dikecewakan dengan janji yang telah dibuat, karena kedepannya akan mengikis kepercayaan masyarakat, sehingga masyarakat berpaling dari Gerindra.
Apalagi Partai Gerindra saat ini sedang di uji oleh masyarakat, dengan bergabung dalam koalisi partai pemerintah dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Tentunya membuat masyarakat Sumbar sedikit skeptis dengan langkah yang diambil, karena minimnya kepercayaan masyarakat pada kepempimpinan Presiden Jokowi.
Perjuangan Partai Gerindra pada tahun 2024 sangatlah berat. Prabowo Effect yang terjadi pada Pemilu 2019 mungkin saja berat untuk terulang di 2024. Jokowi Effect akan menjadi isu dominan bagi kompetitor untuk menggembosi suara Partai Gerindra di Nagari Tuah Sakato.
Direktur Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas mengatakan, Gerindra akan mendapat banyak kerugian menjadi bagian dari koalisi pemerintahan. Gerindra bakal diberi stempel negatif oleh para pendukungnya sendiri. Sirojudin memprediksi pamor Prabowo Subianto bakal turun drastis, popularitasnya bakal terjun bebas setelah bergabung ke dalam pemerintahan Jokowi – Ma’ruf. Dampak jangka panjangnya adalah Gerindra bakal kehilangan banyak suara di Pemilu 2024.
Namun begitu, peran Anggota DPR RI daerah pemilihan Sumatera Barat dari Fraksi Gerindra dalam memfasilitasi dan mensingkronisasi hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah sangat bagus. Apalagi aksi nyata Andre Rosiade memboyong kepala daerah untuk bertemu menteri-menteri Kabinet Kerja Jilid II menggaet kue pembangunan dan program lainnya,sangat dirasakan manfaatnya oleh segenap masyarakat.
Ketua Program Doktor Studi Kebijakan Universitas Andalas (Unand) Padang Dr Asrinaldi memuji kinerja Andre Rosiade sebagai anggota DPR RI asal Sumbar. Andre, sebagai wakil rakyat dari Partai Gerindra, dinilai cukup aktif mengambil peran ini dengan melibatkan kepala daerah agar mendapatkan dukungan dari kementerian ketika melaksanakan pembangunan.
Sebagai Ketua DPD Gerindra Sumatera Barat, Andre Rosiade sudah saatnya memanaskan mesin partai, merapatkan barisan untuk memenangkan Gerindra menuju kejayaan. Rangkul kader-kader militan yang rela berkorban waktu, tenaga serta jaringan-jaringan hingga ke akar rumput, dengan siap berjuang penuh untuk menggapai kejayaan tersebut.
Sebagai nahkoda Partai Gerindra di Ranah Minang, Andre Rosiade hendaknya bisa membawa kapal partai mengarungi lautan politik yang serba dinamis, politik identik, serta masyarakat yang cerdas dalam memilih. Jangan pula kapal Gerindra yang telah besar ini, menjadi karam akibat salah dalam menerapkan strategi-strategi politik.
Kunci lainnya yang mesti di jaga betul adalah, hindari perpecahan di dalam tubuh internal partai. Jangan sampai adu domba dan hasutan-hasutan menjadi budaya yang membuat kader terpecah belah, sehingga kader-kader yang loyal kepada partai, menjadi berpindah kepada kapal lain, sehingga otomatis merugikan partai Gerindra.
Kader Gerindra dalam berpolitik, tidak boleh tegang menghadapi situasi dan kondisi masyarakat. Kader haruslah fleksibel menghadapi masyarakat yang pluralisme. Dibutuhkan seni politik yang mumpuni untuk menggaet hati masyarakat, agar menetapkan pilihan memenangkan Partai Gerindra dalam kontestasi 2024.
Kader-kader yang berhasil mendapat tempat di hati masyarakat lah yang diprediksi akan mempertahankan perolehan suara Partai Gerindra di 2024, guna memenangkan pertarungan keras pada saat itu. Kader yang hanya obral janji tanpa merealisasikan bukti, tak akan lagi menjadi perwakilan masyarakat.
Partai Gerindra harus memperhatikan keterwakilan suara perempuan, baik untuk calon legislatif maupun menggarap pemilih dari kaum bundo kanduang, karena rendahnya keterwakilan perempuan saat ini tidak semata-mata merugikan kelompok perempuan, tapi juga masyarakat secara keseluruhan.
Kepedulian perempuan terhadap isu-isu kesejahteraan, pendidikan, kesehatan, anti kekerasan, tidak bisa berbuah menjadi kebijakan, apabila tidak terlibat langsung dalam pengambilan keputusan. Pada pengalaman hidup dan kepedulian perempuan yang khas, menjadikan mereka harus memperjuangkan sendiri apa yang diinginkannya. Karena mayoritas laki-laki di parlemen sulit diharapkan memperjuangkan kepentingan perempuan, sebab mereka tidak mengalami dan memahami apa yang diinginkan perempuan.
Semoga aksi nyata yang dilakukan oleh seluruh Kader Gerindra yang dikomandoi oleh Andre Rosiade merekat di hati sanubari masyarakat, menjadi partner yang kuat untuk mengerekan suara Gerindra lebih banyak lagi. Serta yang teramat penting mendapat karunia dari Tuhan Yang Maha Kuasa.***
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.