PADANG – Merasa menjadi korban diskriminasi oleh pihak Kepolisian Daerah ( Polda) Sumbar, seorang keluarga tersangka kasus Narkoba atas nama Mas Ud meminta keadilan atas penetapan suaminya yang dituduh terlibat jaringan narkoba dan ditangkap pihak Diresnarkoba Polda Sumbar beberapa hari lalu di kawasan Sarilamak, Kabupaten Limapuluh Kota.
Pihak keluarga melalui istri tersangka, Amelia Sari (33) mengungkapkan penetapan suaminya sebagai tersangka merupakan tindakan diskriminasi. Hal ini dapat dibuktikan sesuai temuan fakta-fakta di sidang praperadilan. Sebelumnya, Mas Ud ditetapkan tersangka oleh Ditresnarkoba Polda Sumbar pada tanggal 2 September 2020 dan ditangkap sehari setelah itu di kawasan Sarilamak, Kabupaten Limapuluh Kota.
“Suami saya tidak memakai dan pengedar. Sudah 11 tahun berumah tangga, alhamdulillah tidak pernah bermasalah sama sekali,” kata istri tersangka, Amelia Sari kepada awak media, (26/10), Senin.
Amelia mengungkapkan, suaminya ditangkap usai melihat anaknya di Kota Dumai. Sekembalinya, suaminya tersebut tidak ada kabar dan ternyata telah ditangkap pihak kepolisian.
“Suami saya menghilang tidak ada kabar. Sudah cemas perasaan saya karena anak saya kecil-kecil berempat orang. Apalagi, suami saya ditetapkan sebagai tersangka atas perbuatan yang tidak pernah dia perbuat sama sekali,” jelasnya.
Dia mengklaim suaminya tidak terlibat dalam jaringan narkoba. Jangan memakainya, memegang barang haram tersebut tidak pernah sama sekali.
“Saya berharap kepada Bapak Kapolda dan penyidik jajarannya, tolong bebaskan suami saja. Dia tidak pernah tersangkut narkotika. Dia sangat lugu dan pendiam,” harap Amelia sembari merurai air mata menggendong balitanya yang masih berusia 5 bulan.
“Saya mohon Pak Kapolda dan penyidik, tolong berikan keadilan kepada suami saya. Saya 100 persen yakin suami saya tidak bersalah. Kasihanilah anak-anak saya pak,” sambungnya.
Sementara itu, Penasehat Hukum Mas Ud, Missiniaki Tommi mengungkapkan, penetapan tersangka bagi kliennya hanya berdasarkan hasil laboratorium forensik BPOM terkait narkoba yang dimiliki tersangka sebelumnya, yang lebih dulu ditangkap.
Lebih lanjut ia mengatakan, dari keterangan tersangka pertama bernama Yasin Yusuf, kata dia, dilakukan penyelidikan oleh salah seorang penyidik. Hasil investigasi didapat informasi bahwa tersangka Yasin Yusuf membelikan mobil Fortuner kepada kliennya.
“Habis itu, penyidik mencari informasi ke tempat showroom, ternyata benar Mas Ud telah membeli mobil Fortuner. Tapi setelah itu, penyidik melakukan gelar perkara dan ditetapkanlah Mas Ud sebagai tersangka,” katanya.
Menurutnya, penetapan tersangka kliennya tidak memenuhi dua alat bukti yang sah. Maka kami mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Tanjung Pati.
“Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu kami bawahi, tentang rekayasa data yang dilakukan Ditresnarkoba Polda Sumbar yang nantinya akan mempengaruhi hakim dalam mengambil keputusan. Maka pada hari ini, pengajuan pemeriksaan praperadilan itu kami cabut,” jelasnya.
Tommi mengungkapkan, pihaknya telah mengajukan surat ke Polda Sumbar untuk diadakan gelar perkara khusus terkait perkara ini. Selain itu, juga meminta untuk mengeluarkan pengalihan penahanan terhadap kliennya.
“Selanjutnya, kami meminta Pak Kapolda agar mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan terhadap Mas Ud,” tegasnya.
Dia menyebutkan, bentuk tindakan kriminalisasi yang dialami kliennya adalah penetapan tersangka kliennya hanya seusai berdasarkan keterangan yang diberikan salah seorang penyidik. Dari keterangan penyidik, diketahui baru membeli satu mobil.
“Kemudian rumah disangkakan milik Yasin Yusuf itu atas klien saya. Hanya itu saja klien saya ditetapkan tersangka. Yasin Yusuf dan klien saya ini adik kakak. Karena mereka adik kakak maka klien saya dicurigai terlibat jaringan narkoba. Padahal klien saya tidak ada bukti terlibat. Hasil tes urine juga negatif,” terangnya.
Tommi mempertanyakan apakah dengan pembelian satu mobil oleh kliennya sudah bisa penyidik menetapkan seseorang sebagai tersangka. “Bagi kami selaku penasehat hukum hal ini sangat membingungkan dan tidak masuk akal,” katanya.
Sebelumnya juga, Tommy menerangkan, kronologi penangkapan kliennya terjadi pada 3 September 2020 saat dalam perjalanan pulang dari Pekanbaru menuju Painan. Pada saat penangkapan, menurut tim petugas ditemukan satu butir yang diduga inek dan setitik bubuk diduga sabu yang tidak pernah diketahui kliennya.
“Bahwa ternyata dari hasil pemeriksaan urine klien kami negatif dan tersangka DAP hasil urinenya positif. Akan tetapi DAP dibebaskan oleh penyidik dengan alasan direhabilitasi. Padahal menurut keterangan saksi tidak pernah direhabilitasi,” katanya.
Bahwa berdasarkan fakta dan bukti yang dimiliki, Tommi mencoba mengajukan permohonan pemeriksaan Praperadilan di pengadilan Negeri Tanjung Pati.
“Fakta yang terungkap di persidangan betul-betul mengagetkan dan kami tidak habis mengerti. Ternyata klien Kami telah ditetapkan sebagai tersangka pada 2 September 2020,” bebernya.
Sementara Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto menyebutkan, pihaknya melaksanakan sesuai standar operasional prosedur terkait penetapan seorang sebagai tersangka.
Stake menjelaskan, apabila tidak puas dengan keputusan, kata dia, bisa mengajukan praperadilan. Selain itu, kalau merasa tidak berbuat dapat disampaikan di persidangan nantinya.
“Penyampaian dari penyidik sudah sesuai prosedur penetapan tersangka. Bukan karena dia pemakai atau tidak, tapi ada mungkin proses yang membuat dia sebagai tersangka. Kalau merasa tidak berbuat, bisa di sidang disampaikan,” tutup Satake Bayu. (kld)
teks foto: Keluarga Tersangka Mas Ud yang didampingi Kuasa Hukum Missiniaki Tommi ketika memberikan keterangan pers kepada wartawan, Senin (26/10).