Momen HSPN 2021 : Sampah Sebagai Komoditi Bisnis Baru Tahan Banting, Perwujudan Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Jakarta – Persoalan sampah merupakan salah satu persoalan yang tak akan pernah ada habis-habisnya. Karena sampah terus dihasilkan oleh masyarakat setiap harinya, dari berbagai aktifitas yang dilaksanakan oleh semua sektor kehidupan. Bayangkan saja, di tahun 2020 ini saja timbulan sampah yang ada masih sangat besar, sekitar 67,8 juta ton. Angka ini akan terus bertambah seiring pertumbuhan jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup, dengan kesejahteraan masyarakat yang semakin meningkat.
Secara umum, pola penanganan sampah di Indonesia selama ini sangat sederhana, yaitu kumpul, angkut dan buang. Pola seperti itu sudah berlangsung sangat lama, sehingga tertanam mindset bahwa sampah merupakan sesuatu hal yang tidak berguna.
Namun demikian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK) Republik Indonesia tak begitu saja menyerah dengan keadaan. Banyak terobosan yang telah dibuat, agar timbulan sampah yang besar, bisa diberdayakan dengan baik, sehingga menjadi impact positif bagi masyarakat.
Memegang teguh amanat utama pengelolaan sampah, yang tertuang dalam UU No 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, disertai dengan turunan aturannya yakni PP no 27 tahun 2020, Permen LHK no P.26 Tahun 2020, Permen LHK no P.24 Tahun 2019, Permen LHK no P.75 Tahun 2019 dan Permen LHK no P.79 Tahun 2019, memunculkan berbagai inovasi guna mengelola sampah menjadi sebuah berkah.
Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr.Ir Novrizal Tahar IPM mengakui, sedikit demi sedikit paradigma masyarakat yang biasanya menerapkan kumpul, angkut, buang telah berubah. Saat ini telah muncul paradigma baru, bagaimana sampah diupayakan untuk dilakukan pengurangan di sumber (reduce at source) serta melakukan daur ulang sumber daya (resources recycle) sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle).
Alhasil sebut Novrizal, pengolahan dan pemanfaatan sampah menjadi sumber daya, baik sebagai bahan baku maupun sumber energi terbarukan, maupun pemrosesan akhir sampah di TPA yang berwawasan lingkungan mulai membudaya. Pola ini sedang mengalami evolutionary, perubahan mendasar, bertahap dan sistematis, yang berkembang di seluruh dunia.
Pria asal Maninjau Sumatera Barat ini mengakui, secercah harapan terlihat pada sektor persampahan ini. Dari Informasi Badan Pusat Statistik untuk perekonomian Indonesia Kuartal III Tahun 2020, dari 17 lapangan usaha yang ada, 7 sektor mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Salah satunya sektor pengelolaan sampah dan limbah, dengan angka pertumbuhan mencapai 6,04 persen. Ini menggambarkan sektor persampahan merupakan sektor usaha yang tahan banting, serta semakin seksi untuk dilirik.
Memanfaatkan momentum positif tersebut, maka Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2021 dapat menjadi platform, untuk memperkuat posisi sektor pengelolaan sampah sebagai pendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia, sekaligus sebagai perwujudan dari salah satu prinsip pengelolaan sampah berkelanjutan, yaitu waste to resource melalui pelaksanaan ekonomi sirkular (circular economy) dan sampah menjadi sumber energi alternatif.
Selama lima tahun sejak 2016 kata Novrizal, semangat dan peringatan HPSN berlangsung dalam tema-tema membangun kesadaran publik dalam upaya-upaya pengurangan sampah begitu dinamis di tengah masyarakat. Partisipasi elemen masyarakat yang luar biasa baik dan membanggakan, telah menghasilkan cukup banyak kebaikan, inisiatif, kreativitas dan sangat-sangat positif.
“Kini, sudah saatnya platform HPSN dapat bergeser kepada aktualisasi produktivitas masyarakat, melalui upaya-upaya penanganan sampah yang dapat memberikan kontribusi nyata dalam mensejahterakan masyarakat dan dalam upaya ikut memacu pertumbuhan ekonomi,”ucapnya degan nada optimis.
Lebih lanjut Novrizal Tahar menyampaikan, meskipun tantangan pengelolaan sampah yang di hadapi sangat berat, namun Kementerian LHK tetap optimis akan dapat menghadapi dan melewatinya dengan baik . Dari aspek kebijakan dan regulasi, Ia meyakini bahwa kebijakan dan regulasi yang ada saat ini telah cukup memadai.
Bahkan beberapa kebijakan dan peraturan bahkan bersifat progresif dan cukup berani, seperti antara lain berupa penetapan target pengurangan dan penanganan sampah yang terhitung ambisius, yaitu 30% pengurangan sampah dan 70% penanganan sampah, serta pelarangan plastik sekali pakai plastik sekali pakai seperti kantong belanja plastik, sedotan plastik, dan wadah styrofoam.
“Tercatat sampai saat ini, terdapat 2 provinsi dan 39 kabupaten/kota yang telah mengeluarkan kebijakan daerah terkait pelarangan dan pembatasan plastik sekali pakai. Atas langkah progresif daerah-daerah ini, kami juga menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi. Hendaknya kedepan daerah yang melakukan langkah progresif seperti ini dapat bertambah banyak,”ucapnya.
Kontribusi Pemerintah Dalam Penanganan Sampah
Dari aspek peningkatan kapasitas pengelolaan sampah, sudah banyak pemerintah daerah yang melaksanakan upaya serius untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan sampah mereka, dengan indikasi tumbuhnya komitmen pimpinan pemerintahan di daerah, meningkatnya alokasi anggaran pengelolaan sampah, menguatnya kelembagaan pengelolaan sampah, dan meningkatnya tingkat pelayanan pengelolaan sampah.
Kontribusi pemerintah pusat terhadap peningkatan kapasitas tersebut tidak kalah banyak dalam bentuk bantuan sarana dan prasarana, asistensi penyusunan peraturan, pelatihan, pilot proyek, subsidi, dan insentif lainnya.
Dari sisi subsidi saja, pemerintah pusat telah mengeluarkan 3 skema subsidi yang berbeda, yaitu dana alokasi khusus (DAK), dana insentif daerah (DID), dan bantuan Biaya Layanan Pengolahan Sampah (BLPS). Untuk sarana dan prasarana pengelolaan sampah, pemerintah pusat sudah membantu penyediaan Tempat Pengolahan Sampah Berbasis 3R (TPS3R), Pusat Daur Ulang (PDU), Bank Sampah Induk, kendaraan pengumpul dan pengangkut sampah, fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF), fasilitasi pembangunan pengolahan sampah tenaga termal serta tempat pemrosesan akhir (TPA) tingkat lokal dan regional.
Sebagai bagian dari apresiasi terhadap kinerja yang baik dalam pengelolaan sampah, khususnya pengurangan sampah, yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah, pemerintah pusat memberikan insentif berupa Dana Insentif Daerah (DID) melalui Kementerian Keuangan atas Rekomendasi KLHK. Pemberian DID ini dilakukan melalui penilaian kinerja pemerintah daerah kabupaten/kota dan provinsi di Indonesia dalam ketersediaan kebijakan pengurangan sampah plastik, implementasi kebijakan pengurangan sampah plastik, dan inovasi dan/atau kreativitas pengurangan sampah, serta kinerja fasilitas pengolahan sampah sehingga secara signifikan mampu mengurangi sampah yang ditimbun di TPA.
Strategi Khusus Tangani Limbah Infeksius Covid 19
Situasi Pandemi Covid 19, membuat pemerintah melalui Kemen LHK memiliki tantangan baru, yaitu penambahan timbulan dari sampah medis yang tergolong limbah B3 infeksius, akibat penggunaan alat pelindung diri (APD) yang sangat masif.
Direktur Pengelolaan Sampah Kemen LHK Novrizal Tahar mengatakan, dalam upaya mengendalikan, mencegah dan memutus penularan Covid-19, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.SE.02/PSLB3/PLB.3/3/2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius Limbah B3 dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan COVID-19.
Surat Edaran ini merupakan pedoman bagi pemerintah daerah dan Faslitas Pelayanan Kesehatan (FASYANKES) dalam melakukan penanganan tiga hal: Pertama, limbah infeksius yang berasal dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Kedua, limbah infeksius yang berasal dari rumah tangga yang merupakan tempat isolasi mandiri, Ketiga, sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga.
Ia mengungkapkan, Timbulan limbah B3 medis di masa pandemik diperkirakan meningkat 30% dari masa normal, dimana saat ini terdata 2.867 Rumah Sakit di seluruh Indonesia dengan timbulan menjadi 383.058 kg/hari.
Jumlah Rumah Sakit yang memiliki izin pengolahan limbah B3 per 19 Februari 2021 sejumlah 120 fasilitas dengan kapasitas 74.570 kg/hari. Jasa pengolah limbah B3 semakin bertambah jumlah serta kapasitasnya yaitu 20 perusahaan dengan total kapasitas 384.120 kg/hari. Namun demikian, sebaran yang belum merata menjadi kendala bagi Fasyankes di wilayah yang masih terbatas alat pemusnah limbah B3 medisnya.
Untuk mengatasi kesenjangan tersebut kata Novrizal, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, telah membangun 6 Fasilitas Pemusnah Limbah B3 medis yang diserahkan kepada Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan, Aceh, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, serta Barito Kuala Kalimantan Selatan.
“Hingga akhir 2024, diharapkan akan terbangun di 27 lokasi lainnya sehingga pengelolaan limbah B3 medis dekat dengan sumbernya (proximity) dan tidak menjadi hambatan dari aspek jarak dan biaya pengolahannya,”terangnya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terus melakukan harmonisasi dan sinkronisasi dengan instansi Pusat, Pemerintah Daerah, FASYANKES, Dunia Usaha, Masyarakat, Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian serta Media Masa untuk terus memutahirkan data.
“Meningkatkan Komunikasi-Informasi, Edukasi serta terus melaksanakan pembangunan fisik Fasilitas Pemusnah Limbah B3 Medis,”pungkasnya. (ridho)
Dasar Hukum Pengelolaan Sampah
Dasar Hukum | Keterangan |
UU No 18 tahun 2008 | Tentang Pengelolaan Sampah |
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2020 | tentang Pengelolaan Sampah |
Peraturan Menteri LHK No. P.26 Tahun 2020 | tentang Pengelolaan Abu Terbang dan Abu Dasar Dari Fasilitas Pengolahan Sampah Dengan Teknologi Termal |
Peraturan Menteri LHK No. P.24 Tahun
2019 |
tentang Bantuan Biaya Layanan Pengelolaan Sampah Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan |
Peraturan Menteri LHK No. P.75 Tahun 2019 | tentang Peta Jalan Pengurangan
Sampah Oleh Produsen |
Peraturan Menteri LHK No. P.76 Tahun 2019 | tentang Adipura |