Perhitungan Matang dan Logis Dalam Menetapkan Tarif, Demi Keberlangsungan Hidup Perusahaan Air Minum
Oleh Hendra Pebrizal S.Sos.MM
Ketua PERPAMSI Sumbar
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) atau Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum memiliki peran sangat sentral dalam mencukupi kebutuhan air masyarakat perkotaan, karena air minum merupakan kebutuhan pokok yang notabene sumber kehidupan.
Namun keberadaan perusahaan air minum juga ada yang kurang diperhatikan oleh Pemerintah Daerah, sehingga melekatlah predikat perusahaan air minum kategori sakit maupun kurang sehat.
Secara nasional, 2/3 perusahaan air minum dalam kondis kurang sehat dan sakit. Pada daerah Sumatera Barat saja contohnya, dari 19 kabupaten kota, sebanyak 16 PDAM memiliki kategori sakit dan kurang sehat.
Perusahaan air minum yang sakit itu diantaranya adalah Kabupaten Solok, Solok Selatan, Pasaman Barat dan Daerah yang kurang sehat Tanah Datar, Pesisir Selatan, Padang Pariaman dan Limapuluh Kota.
Selama ini tarif yang berlaku sangat rendah, sehingga tak mampu menutupi beban operasional maupun pengembangan perusahaan, yang berdampak pada kurang maksimalnya pelayanan.
Untuk menyehatkan perusahaan air minum dari kategori kurang sehat ataupun kategori sakit, langkah pertama yang harus diperhatikan adalah penghitungan dan pengajuan penyesuaian tarif air minum.
Langkah tersebut berdasarkan dengan peraturan Menteri Dalam Negeri No. 70 tahun 2016, dimana pemerintah daerah terutama kepala daerah bagaimana memberikan subsidi ke PDAM- PDAM di daerahnya yang sakit dan kurang sehat. Penghitungan tentu berdasarkan penilaian badan pengelolaan dan pengembangan sistem penyediaan air minum (BPPSPAM).
Dalam hal ini peran serta kepala daerah memutuskan tarif lebih kecil dari usulan tarif yang diajukan BUMD penyelenggara SPAM yang mengakibatkan tarif rata-rata tidak mencapai pemulihan biaya penuh ( Full cost recovery), maka Pemerintah daerah harus memberikan subsidi untuk menutupi kekurangannya melalui APBD.
Namun, Apabila pemerintah daerah tidak mampu untuk penyesuaian tarif dan menetapkan tarif lebih rendah dari harga pokok, maka mau tak mau pemerintah daerah harus bisa menyesuaikan dengan kondisi ril.
Artinya, harga pokok produksi dengan tarif rata-rata harus lebih rendah dari harga pokok. Sebagai contoh apabila tarif Rp 1500 sementara harga produksi air kisaran 2000, maka selisih yang 500 lagi Pemerintah Daerah harus memberikan subsidinya.
Maka, disinilah peran Kemendagri bagaimana menginstruksikan kepada Gubernur, Bupati dan walikota notabenenya sebagai pemilik PDAM yang ada di Indonesia untuk melakukan penyesuaian tarif air minum ini.
Namun, yang menjadi kendala selama ini, setiap Pemerintah Daerah dan perusahaan air minum ingin melakukan penyesuaian tarif air minum, malah yang ada dipolitisir oleh berbagai pihak. Oleh sebab itu kedepannya, janganlah hal ini dipolitisir, agar kelangsungan hidup perusahaan bisa menjadi lebih baik.
Saya menghimbau agar kepala daerah lebih fokus memperhatikan perusahaan air minum. Sebab, perusahaan air minum hanya sebagai operator, sementara tanggung jawab pelayanan air kepada masyarakat adalah kepada daerah setempat.
Jadi, apapun regulasi yang disampaikan pemerintah daerah tentu itu yang harus mereka jalani. Akan tetapi ketika regulasi yang keluar bertentangan dan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan managemen PDAM tentunya PDAM tidak akan maju.
Perlu juga digaris bawahi, ketika pelayanan bagus, PDAM sehat, tagihan lancar lalu PDAM beruntung, tentu keuntungan tersebut kembali dipakai untuk pembangunan infrastruktur air minum, yang menikmati hasilnya tentu juga masyarakat Kota Padang. (***)