PADANG – Perkembangan Indek Harga Konsumen (IHK) Sumatera Barat pada bulan September 2019 kembali mencatatkan deflasi sebesar -0,97 Persen (month to month/mtm). Deflasi ini lebih dalam dibanding dengan realisasi bulan Agustus 2019 yang sebesar 0.06 persen (mtm).
“Deflasi tersebut lebih dalam dibanding Kawasan Sumatera (-0,68 persen mtm) dan nasional (-0,27 persen mtm),” kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia wilayah Sumatera Barat Wahyu Purnama, Selasa (1/10/2019).
Realisasi deflasi itu menjadikan Sumatera Barat sebagai provinsi dengan deflasi terdalam ke-4 dari 28 provinsi yang mengalami deflasi di Indonesia. Deflasi tertinggi provinsi Sumatera Utara (-0,97 persen mtm). Sedangkan inflasi tertinggi secara nasional terjadi di provinsi Kalimantan Selatan (-0,004 persen mtm).
Dia menerangkan, secara tahunan pergerakan harga pada bulan September 2019 menunjukkan inflasi sebesar 3,53 persen (year on year/yoy). Lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun 2018 yang sebesar 2,69 persen (yoy).
Namun, secara tahun berjalan, inflasi Sumatera Barat hingga September 2019 menurun dibandingkan bulan Agustus 2019. Inflasi Sumatera Barat pada September 2019 mencapai 2,23 persen (year to date/ytd) sementara bulan Agustus 2019 sebesar 3,23 persen (ytd).
Menurut Wahyu, deflasi terutama berasal dari kelompok bahan makanan dan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga. Kelompok bahan makanan tercatat mengalami deflasi sebesar -4,02 persen (mtm). Lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar -0,10 persen (mtm).
Disisi lain, deflasi September 2019 tertahan oleh kenaikan harga beberapa komoditas strategis, seperti tarif angkutan udara, emas perhiasan, dan daging ayam ras. Kenaikan tarif angkutan udara terindikasi karena naiknya permintaan, imbas asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau sehingga banyak calon penumpang beralih dari Pekanbaru ke Padang.
Kenaikan harga harga emas perhiasan mengikuti harga internasional yang dipengaruhi oleh pelemahan nilai tukar dollar AS. Tren ini juga didorong oleh belum adanya titik kesepakatan dagang antara AS dan Tiongkok, serta ketidakpastian geopolitik di sejumlah kawasan.
Menghadapi berbagai risiko yang ada, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di Sumatera Barat secara aktif melakukan berbagai upaya pengendalian inflasi di daerah. Upaya tersebut antara lain diwujudkan melalui peningkatan sinergi dalam menjaga kecukupan dan kelancaran pasokan bahan pangan strategis.
Dari sisi kebijakan, TPID Sumatera Barat juga terus memperkuat sinergi antar TPID di Sumatera Barat maupun penguatan koordinasi dengan TPID di Kawasan Sumatera. Salah satunya melalui Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) TPID se-Sumatera pada tanggal 18 September 2019 yang menghasilkan beberapa kesepakatan dalam pengendalian inflasi ke depan.(rel)