Bengkulu – Masih muda belia, namun sudah mulai menorehkan catatan emas di setiap laga yang diikutinya. Keseriusan dalam menekuni setiap menu latihan yang diberikan sang pelatih, membuat penampilannya semakin berkembang. Dialah Afifah, duta olahraga Sumatera Barat dari cabang olahraga atletik.
Kendati harus jauh dari keluarga, karena harus menempa diri di Diklat SKO Ragunan Jakarta, tak membuatnya goyah. Bahkan keadaan begini semakin membuatnya kokoh bagaikan batu karang yang tak mudah dihanyutkan gelombang.
Prestasi yang dihasilkan pun tak main-main. Dara kelahiran Bukittinggi 16 tahun lalu ini berhasil meraih medali emas di ajang Asean School Thailand tahun 2019 nomor lontar martil, berada di posisi ke empat Kejurnas Atletik Jateng Open, serta meraih medali perak Porwil X Provinsi Bengkulu 2019 dengan catatan waktu 44.30
Dua prestasi terakhir mencatatkan Afifah lolos ke PON, karena sudah jauh melewati limit PON catatan waktu 43.00 meter Namun karena aturan PB PASI yang tidak membolehkan atlet dibawah 17 tahun bertanding pada ajang dimaksud, membuat Afifah tak jadi tampil.
“Alhamdulillah medali perak saya sumbangkan untuk Sumbar. Semoga kedepan menjadi lebih baik dan saya akan giat lagi dan tambah lagi porsi latihan. Mungkin lebih rajin dan disiplin dalam latihan dan semakin meningkatkan ibadah kepada Allah,” Ucapnya penuh rasa syukur ketika ditemui Majalah Intrust usai pertandingan, Rabu (6/11).
Untuk kekuatan lawan di Sumatera ini dikatakan Afifah masih didominasi atlet senior. Indah Pratiwi dari Riau yang meraih emas di ajang Porwil menjadi batu sandungan terbesar Afifah untuk menjadi yang terbaik.
Orangtua Afifah, Hargasori S dan Mulyati sangat mendukung hobi anak perempuan satu satunya mereka. Bukti dukungan teranyar, mereka berdua langsung menyaksikan Afifah berlaga di Lintasan Atletik Stadion Semarak Bengkulu. Disamping itu kocek dana pribadi juga tak ragu dikeluarkan, demi melihat kesuksesan anak kedua ini.
“Kami sekeluarga langsung datang ke Bukittinggi langsung memberikan suport agar Afifah konsentrasi penuh mengikuti lomba. Perjalanan jauh dari Bukittinggi dan meninggalkan pekerjaan sementara untuk sementara waktu agar sampai ke sini dilakukan bukan menjadi sebuah persoalan bagi kami,” Kata Hargasori dengan linangan air mata.
hargasori yang juga pegawai PLN Bukittinggi dan Mulyati yang sehari bekerja di BRI Bukittinggi ini pun rela berpisah jarak ribuan kilometer dengan darah daging mereka sendiri, agar cita-cita Afifah meraih emas di PON 2024 mendatang dapat diwujudkan.
“Sedih sekali sejak tamat SMP sudah pisah dengan kami. Tapi kami tetap sokong apa yang Afifah tekuni,” Pungkas Hargasori yang juga atlet bolavoli Tuah Sakato era 90an ini dengan terbata bata.(ridho)