Antara Fly Over Sitinjau Laut Atau Terbukanya 3 Akses Jalan Baru
Oleh : Ir Reri L Tanjung MM
Pemimpin Umum Majalah Intrust
Bagusan mana, terealisasinya pembangunan Fly Over Sitinjau Laut Atau terbukanya tiga Akses jalan baru menuju Kota Padang terbuka lebar? Pertanyaan tersebut meluncur deras di benak penulis, karena tingginya pembiayaan untuk pembangunan fly over tersebut.
Sebagai informasi, Fly Over Sitinjau Laut dengan spesifikasi 4 lajur dua arah dengan lebar 14 meter dan total panjang fly over mencapai 2,99 km membutuhkan biaya Rp 1,163 triliun.
Tujuan dari pembangunan fly over adalah untuk meminimalisir angka kecelakaan lalu lintas pada ruas Sitinjau Laut, karena termasuk area black spot oleh Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR, mengingat kondisi geometrik eksisting jalan diatas grade 10. Disamping itu juga memperlancar akses angkutan barang dan orang menuju Kota Padang.
Kita melihat, perjuangan Pemprov Sumbar untuk merealisasikan Fly Over Sitinjau Laut terbilang berat dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Apalagi saat ini sudah mencapai lobi-lobi sampai ke Bappenas untuk dimasukkan dalam renstra serta Kemen LHK untuk izin pakai hutan lindung.
Namun demikian, secara teoritis ekonomis, penulis memandang bahwa pembangunan Fly Over Sitinjau Laut kurang menguntungkan dibandingkan terbukanya 3 akses baru menuju Kota Padang.
Sementara, jika digunakan anggaran sebesar Rp 1,163 triliun itu untuk membuka tiga akses jalan baru tersebut, yakni pada ruas Lubuk Minturun menuju Paninggahan Kabupaten Solok sepanjang 36 km, ruas Pasar Baru Bayang menuju Alahan Panjang sepanjang 42 km serta ruas Kambang ke Muara Labuh sepanjang 60 km, maka pembangunan infrastruktur ini lebih menguntungkan dari segi manapun
Kenapa demikian, karena fly over hanya bertumpu pada kelancaran akses pada satu titik saja. Sementara jika tiga akses baru ini dibuka lebar, malah yang diuntungkan 4 daerah yakni Kota Padang, Pesisir Selatan, Kabupaten Solok dan Kabupaten Solok Selatan.
Malah, perjuangan untuk membuka akses tiga daerah ini juga tidaklah terlalu sulit-sulit amat. Karena tinggal lagi terkendala izin dari Kemen LHK untuk ruas Paninggahan – Lubuk Minturun dan Kambang – Muaro Labuh. Sementara Pasar Baru Bayang menuju Alahan Panjang sudah dapat izin dari Kemen LHK.
Sebagai contoh untuk keuntungan Kota Padang, jika tiga akses telah terbuka, maka akan banyak jalur alternatif bagi masyarakat menuju pusat kota Sumatera Barat ini tanpa memikirkan kemacetan, bencana tanah longsor, ataupun hal lainnya.
Sementara, jika akses Pasar Baru Bayang ke Alahan Panjang serta akses Kambang ke Muara Labuh terbuka, maka keuntungan besar bagi tiga daerah segitiga Kabupaten Solok, Kabupaten Solok Selatan dan Pesisir Selatan.
Banyak keuntungan multiplier effect dirasakan ketiga daerah dimaksud. Karena sudah dipastikan perputaran roda ekonomi tiga daerah ini kan berputar cepat hingga 360 derajat, baik dari sektor perdagangan, pariwisata, sosial budaya dan sektor lainnya.
Selama ini, tertutupnya akses antara tiga daerah segitiga tersebut, seolah olah menjadi menjadi jurang pemisah yang dalam untuk memaksimalkan penggalian potensi daerah. Bahkan tiga daerah itu seperti terisolasi dalam lingkup kewilayahan.
Wajar saja memang, jarak tempuh transportasi darat dari Padang Aro Solok Selatan menuju Painan Pesisir Selatan mencapai 6 jam, perbandingan lainnya antara Kayu Aro Kabupaten Solok menuju Painan Kabupaten Pesisir Selatan mencapai 4 jam.
Namun pada kesimpulannya, jika kita bisa berkehendak kepada Pemerintah Pusat, tentu kita semua ingin semua pembangunan infrastruktur bisa terwujud untuk Sumbar. Akan tetapi, jika kita disuruh memilih, alangkah baiknya membangun infrastruktur dengan mendatangkan multiplier effect yang besar ketimbang infrastruktur gagah-gagahan. (***)
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.