Keterbukaan Informasi Pilar GCG BUMN
Oleh Musfi Yendra Ketua Komisi Informasi Provinsi Sumatera Barat
Padang, majalahintrust.com – Sejak awal masa jabatannya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir secara konsisten menekankan pentingnya keterbukaan informasi publik sebagai syarat utama reformasi dan transformasi BUMN.
Pada pelantikannya kembali sebagai Menteri BUMN dalam Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo Subianto pada 21 Oktober 2024, Erick menegaskan bahwa transformasi BUMN harus dimulai dengan prinsip keterbukaan dan efisiensi. Keterbukaan informasi diyakini menjadi pondasi penting untuk membangun kepercayaan publik sekaligus meningkatkan kinerja korporasi negara.
Keterbukaan informasi publik merupakan pilar utama dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG), terutama dalam konteks BUMN yang mengelola aset negara untuk kemaslahatan masyarakat. Penerapan keterbukaan menjadi indikator seberapa jauh prinsip-prinsip GCG diterapkan, seperti transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan kewajaran.
Teori GCG sebagaimana dikemukakan oleh Sir Adrian Cadbury dalam Cadbury Report (1992) menekankan perlunya sistem tata kelola yang menjamin pengawasan dan pengendalian korporasi demi pencapaian tujuan secara akuntabel dan bertanggung jawab.
Dalam konteks BUMN, transparansi bukan hanya instrumen internal manajemen, tetapi juga bentuk akuntabilitas eksternal kepada para pemangku kepentingan, termasuk masyarakat. Penyediaan informasi yang akurat dan tepat waktu mengenai kondisi keuangan, kebijakan strategis, dan aktivitas operasional merupakan elemen penting dalam memastikan kredibilitas perusahaan negara yang menjalankan fungsi ganda: sebagai badan usaha sekaligus agen pembangunan nasional.
Secara regulatif, pelaksanaan keterbukaan informasi publik oleh BUMN telah memiliki dasar hukum yang kuat. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) menyatakan bahwa badan publik, termasuk BUMN, wajib menyediakan informasi kepada publik secara terbuka, kecuali informasi yang termasuk dalam kategori dikecualikan.
Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, sebagaimana telah diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025, menegaskan kewajiban direksi untuk menyampaikan laporan tahunan dan laporan keuangan yang telah diaudit kepada pemegang saham. Ini memperkuat kewajiban formal bagi BUMN untuk transparan dan akuntabel.
Walaupun secara formal berbagai regulasi telah mengatur keterbukaan informasi, implementasinya masih menghadapi sejumlah tantangan. Komisi Informasi Pusat (KIP) mencatat bahwa peningkatan keterbukaan informasi terjadi secara bertahap. Monitoring dan Evaluasi (Monev) tahun 2024 terhadap 363 badan publik menunjukkan bahwa 162 badan publik meraih predikat “informatif,” meningkat dari 139 pada tahun 2023. Dari jumlah tersebut, 36 merupakan BUMN, yang menandakan adanya kemajuan signifikan dalam ekosistem transparansi BUMN.
Kementerian BUMN sendiri mencatat peningkatan kualitas keterbukaan informasi pada ekosistem BUMN sebesar 2.500 persen dalam periode 2019–2023. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan strategis yang dirumuskan oleh Erick Thohir, yang secara eksplisit menyatakan bahwa BUMN harus profesional, transparan, dan tidak menutupi proses bisnis yang menggunakan anggaran negara. Transparansi, dalam hal ini, tidak hanya merupakan kewajiban legal, tetapi juga strategi fundamental dalam mewujudkan BUMN yang efisien dan berdaya saing global.
Salah satu langkah konkret yang diambil adalah pembentukan unit Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di setiap BUMN. Unit ini bertugas menyediakan, menyusun, dan menyampaikan informasi publik kepada masyarakat. Meski demikian, belum semua BUMN mengoptimalkan fungsi PPID sesuai amanat UU KIP. Banyak perusahaan masih belum menyediakan portal informasi yang memadai atau belum proaktif menyampaikan informasi berkala, serta-merta, dan setiap saat sebagaimana diwajibkan.
Sebagai bagian dari strategi komunikasi korporasi yang lebih terstruktur, pada tahun 2024 Kementerian BUMN juga menyelenggarakan BUMN Corporate Communication and Sustainability Summit (BCOMSS). Forum ini menjadi wadah kolaboratif untuk meningkatkan kapasitas komunikasi dan keterbukaan informasi antar-BUMN serta membangun narasi yang kuat tentang transparansi dan keberlanjutan.
Dibandingkan dengan praktik terbaik internasional, pelaksanaan keterbukaan informasi BUMN di Indonesia masih perlu ditingkatkan. Bisa belajar dari Temasek Holdings dan Government of Singapore Investment Corporation (GIC), dua perusahaan milik negara Singapura, secara rutin menerbitkan laporan tahunan, laporan kinerja, dan proyeksi strategis yang dapat diakses secara terbuka oleh masyarakat. Laporan-laporan tersebut tidak hanya mencantumkan informasi keuangan, tetapi juga kebijakan investasi, analisis risiko, serta kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Model negara Skandinavia seperti Norwegia dan Swedia memberikan contoh praktik transparansi yang lebih maju. Pemerintah Norwegia, misalnya, sebagai pemegang saham utama Equinor—perusahaan energi nasional—mewajibkan pelaporan terbuka atas seluruh aktivitas bisnis dan kebijakan strategis perusahaan. Standar keterbukaan yang ketat juga mencakup pelaporan dampak lingkungan dan sosial, serta partisipasi publik dalam pengambilan keputusan.
Penerapan keterbukaan informasi di Indonesia perlu meneladani praktik-praktik tersebut. Penegakan regulasi terhadap BUMN yang abai terhadap keterbukaan harus diperkuat. Selain itu, budaya organisasi yang transparan perlu dibangun dari tingkat pimpinan tertinggi hingga level operasional. Transformasi budaya ini harus menyertakan pelatihan, pendampingan, dan insentif, agar keterbukaan dipandang bukan sebagai ancaman, melainkan sebagai strategi peningkatan performa perusahaan.
Studi Transparency International bertajuk Transparency in Corporate Reporting: Assessing the World’s Largest Companies (2012) menunjukkan bahwa perusahaan publik yang transparan memiliki kinerja finansial yang lebih baik, karena mampu membangun kepercayaan pasar dan mengurangi biaya pengawasan.
Sinergi antar lembaga seperti Kementerian BUMN, Komisi Informasi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangat krusial dalam memastikan keterbukaan informasi tidak menjadi agenda administratif semata, melainkan bagian integral dari strategi antikorupsi dan efisiensi tata kelola.
Namun, dalam praktik GCG, tidak semua informasi dapat dibuka ke publik. UU KIP secara tegas mengatur kategori informasi yang dikecualikan, seperti informasi yang berkaitan dengan rahasia dagang, daya saing, serta negosiasi kontrak strategis. Untuk menghindari penyalahgunaan ketentuan ini, mekanisme uji konsekuensi harus dijalankan secara objektif dan akuntabel.
Keterbukaan informasi publik juga merupakan sarana penting untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan. Dalam sistem demokrasi yang sehat, masyarakat harus diberi akses untuk memahami bagaimana dana publik dikelola, arah kebijakan korporasi, serta aktor-aktor yang bertanggung jawab atas keputusan strategis. Partisipasi publik mendorong inovasi kebijakan sekaligus membangun legitimasi terhadap proses pengambilan keputusan.
Komitmen kuat dari pemimpin seperti Menteri Erick Thohir perlu dijadikan rujukan dalam merancang kebijakan, membangun sistem informasi yang responsif, serta memperkuat budaya organisasi yang akuntabel. Dibutuhkan keberanian politik, konsistensi regulasi, dan penguatan institusi agar prinsip-prinsip GCG tidak berhenti pada tataran wacana, melainkan terimplementasi secara nyata dalam tata kelola BUMN.
BUMN Indonesia diharapkan bukan hanya sebagai penggerak utama perekonomian nasional, tetapi juga sebagai model tata kelola perusahaan negara yang transparan, akuntabel, dan bertanggung jawab dalam era globalisasi yang menuntut keterbukaan dan efisiensi. my
Komen yang ditutup, tetapi jejak balik dan ping balik terbuka.